Harga Gandum Melambung Tinggi, Ancaman Krisis Pangan di Depan Mata



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Masyarakat global makin khawatir akan ancaman krisis pangan dengan terbatasnya pasokan gandum sebagai bahan baku mie instan. Diperkirakan konsumsi akan turun dan harga mie instan juga ikut melambung tinggi.

Seperti diketahui, konsumsi gandum global menunjukkan penurunan tahunan terbesar dalam beberapa dekade karena rekor inflasi memaksa konsumen dan perusahaan untuk menggunakan bahan baku lebih sedikit dan menggantinya dengan biji - bijian yang lebih murah. 

Konsumen mungkin menghadapi kenaikan harga gandum pada paruh kedua 2022, karena importir telah memasok kargo yang dibeli dengan harga lebih murah beberapa bulan lalu. Mereka justru melihat harga gandum mencapai level tertinggi dalam satu dekade di bulan Mei. 


Analis, pedagang dan pemilik pabrik mengatakan konsumsi gandum global pada Juli-Desember bisa turun 5%-8% dari tahun lalu, jauh lebih cepat dari perkiraan Departemen Pertanian Amerika Serikat (AS) yakni berkontraksi 1%.

Baca Juga: Banyak yang Menyangkal Prediksi Lonjakan Harga Mi Instan, Ini Jawaban Kementan

Ekonom di Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Erin Collier mengatakan, permintaan gandum untuk pakan ternak akan menurun di Eropa dan China. Permintaan gandum untuk konsumsi manusia juga melambat di negara-negara pengimpor utama di seluruh dunia. 

“Harga tinggi telah meningkatkan kekhawatiran keamanan pangan di beberapa bagian Asia dan Afrika di mana negara-negara belum dapat mengamankan pasokan yang memadai dari pasar internasional," kata Erin dikutip dari  Reuters, Jumat (12/8). 

Jutaan orang menanggung biaya pangan yang lebih mahal dan masalah keamanan setelah invasi Rusia ke Ukraina dan harga biji-bijian mencapai titik tertinggi sepanjang masa karena cuaca yang tidak menguntungkan di negara-negara pengekspor utama.

Pengiriman gandum dari wilayah Laut Hitam dihargai sekitar US$400- US$410 per ton, yang sudah termasuk biaya dan pengiriman ke Timur Tengah dan Asia. Harga berada di bawah puncak sekitar US$ 500 per ton yang dicapai beberapa bulan lalu, tetapi tetap jauh di atas rata-rata tahun lalu sekitar US$ 300.

“Pasokan gandum masih sangat terbatas. Kami tidak yakin berapa banyak gandum yang akan keluar dari Laut Hitam dan negara-negara pengekspor lainnya memiliki cuaca yang tidak menguntungkan," kata Broker Icon Commodities di Sydney Ole Hau. 

Baca Juga: Tak Sepakat dengan Mentan, Ini Pendapat Mendag tentang Harga Mi Instan

Collier memperkirakan negara-negara yang mungkin harus berurusan dengan impor gandum termasuk Yaman, Sudan Selatan, Sudan, Suriah, Ethiopia, Afghanistan dan Sri Lanka.

Di Indonesia, merupakan pembeli gandum terbesar kedua di dunia. Namun konsumsi telah turun dalam lima bulan pertama tahun 2022 dan penurunan besar diperkirakan terjadi karena biaya untuk rantai pasok menjadi lebih mahal.

Padahal Indonesia juga menempati posisi kedua sebagai negara dengan pemakan mie instan terbanyak di dunia sepanjang 2021. Tahun sebelumnya, konsumen Indonesia bisa menghabiskan 13,27 juta porsi mie instan. 

Sementara itu, penjualan mie instan Monde Nissin Corp turun hingga 15% pada Juli 2022 setelah setelah beberapa negara Eropa menarik produk mereka karena terkait masalah kesehatan. 

Baca Juga: Pemerintah Siapkan Strategi Subtitusi Komoditi Pangan Impor

Chief Executive Monde Nissin Henry Soesanto menyebut, penurunan tersebut membuat penjualan di pasar domestik menjadi lebih lambat secara keseluruhan. Sehingga, akan berdampak pada kinerja kuartal III 2022. 

"Namun tim penjualan dan pemasaran kami terus bekerja keras untuk mendapatkan kembali momentum yang hilang dan memosisikannya pada pertumbuhan di masa depan,” kata Soesanto.

Editor: Noverius Laoli