Harga gandum terus meningkat



JAKARTA. Harga gandum dunia nampaknya belum berhenti menanjak. Bahkan, harga transaksi kembali memecahkan rekor baru. Berdasarkan data Bloomberg (24/1), harga gandum untuk pengiriman Maret 2011 di Chicago Board of Trade (CBOT) berada di US$ 8,3325 per bushel atau sekitar Rp 2.757 per kg (1 bushel = 27,2 kg dan kurs Rp 9.000 per US$). Harga ini tertingginya sepanjang 2011.

Kenaikan harga terjadi karena turunnya produksi di negara produsen gandum. Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) menyebutkan, produksi gandum periode 2010-2011 hanya mencapai 646 juta ton. Padahal di periode yang sama, konsumsi gandum dunia diperkirakan naik 2% menjadi 665 juta ton.

Tren produksi gandum sudah cenderung turun sejak tahun 2008. Data dari Intenational Grain Council (IGC) menunjukkan, produksi gandum dunia tahun 2009-2010 mencapai 677 juta ton, dengan konsumsi 650 juta ton. Artinya di masa itu terjadi surplus gandum sebesar 27 juta ton. Padahal di tahun 2008-2009, produksi 686 juta ton sementara konsumsinya hanya sebesar 638 juta ton sehingga ada surplus 48 juta ton.


Ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Franciscus Welirang mengatakan, sumber defisit gandum dunia itu terjadi karena gangguan produksi akibat cuaca yang melanda negara produsen gandum. Pria yang akrab dipanggil Franky ini mencontohkan, kekeringan dan cuaca panas di Rusia telah menurunkan 33% produksi gandum negara itu menjadi 41,5 juta ton.

Begitu juga dengan Australia yang menderita akibat cuaca. Produksi gandum Negeri Kanguru tersebut terganggu akibat hujan yang melanda. "Curah hujan tinggi menurunkan mutu gandum di Australia," ujar Franky, Senin (24/1).

Harga terigu ikut naik

Akibat gangguan produksi harga gandum dunia melambung. Otomatis, harga tepung terigu juga ikutan naik. Januari tahun ini harga gandum jenis gandum kualitas protein tertinggi berada di harga US$ 328 per ton. Harga ini naik 50,4% dibanding dengan harga nya di Januari 2010 yang sebesar US$ 218 per ton.

Sementara di dalam negeri, masalah serupa juga terjadi. Harga terigu juga cenderung meningkat. "Kenaikan harga gandum pasti akan berimbas pada kenaikan harga tepung terigu," jelas Franky. Namun dia mengaku belum bisa merinci kenaikan harga terigu di dalam negeri.

Adapun Direktur Eksekutif Aptindo Ratna Sari Loppies mengatakan, kenaikan harga tepung terigu tergantung pada kebijakan masing-masing produsen tepung terigu. "Setiap industrinya memiliki kebijakan sendiri-sendiri," ujarnya.

Namun Ratna yakin, jika ada yang menaikkan harga tepung terigu, maka mereka akan menaikkan harga secara perlahan atau bertahap. Ia menambahkan, kenaikan harga mempertimbangkan daya beli UKM yang menggunakan terigu sebagai bahan baku. "Jika ada yang menaikkan harga, kenaikannya itu mempertimbangkan daya beli," jelasnya.

Sebagian pelaku usaha, imbuh Ratna, ada yang memutuskan tidak menaikkan harga. Ratna mencontohkan, saat harga gandum internasional masih di posisi US$ 200 per ton, harga tepung terigu merek Segitiga Biru sekitar Rp 150.000 per sak. Harga ini tidak berubah saat harga gandum dunia diatas US$ 300 per ton.

"Banyak strategi yang dilakukan agar terigu tak langsung naik," jelas Ratna. Strategi yang dilakukan oleh industri agar tidak menaikan harga itu beragam. Salah satunya adalah melakukan pembelian secara borongan di saat harga belum naik.

Pembelian ini banyak dilakukan produsen i tepung terigu dalam negeri sebelum bulan September 2010. Sehingga, ketika harga gandum naik di bulan September, mereka masih memiliki stok gandum dengan harga lama. "Sejak September sampai sekarang, belum ada kenaikan harga jual," klaim Ratna.

Kalangan industri terigu, menurut Ratna, berusaha menahan harga agar pasar mereka tidak berpaling. Sehingga, kalaupun mereka menaikkan harga, maka kenaikan harga tersebut tidak akan setinggi kenaikan harga gandum di pasar dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini