KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga gas alam global tengah dalam tren penurunan. Berdasarkan data tradingeconomics.com, harga gas alam per Rabu (22/2) berada di US$ 2,04 per MMBtu, terus merosot dari US$ 4,69 per MMBtu pada akhir tahun lalu. Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheril Tanuwijaya mengatakan, hal ini dapat menjadi sentimen negatif bagi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (
PGAS). Pasalnya, komoditas gas mendominasi pendapatan PGAS sehingga penurunan harga akan berdampak ke kinerjanya. "Akan tetapi, pemerintah berencana menaikkan harga gas industri sehingga bakal menjadi sentimen penopang kinerja PGAS," kata Cheril saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (22/2).
Di sisi lain, dalam riset tanggal 29 Desember 2022, Analis RHB Sekuritas Andrey Wijaya mengatakan, misi Indonesia untuk mengurangi penggunaan batubara sebagai sumber energi berpotensi menguntungkan PGAS. Pasalnya, gas bumi dimanfaatkan sebagai alternatif sumber energi untuk transisi ke energi terbarukan.
Baca Juga: Melirik Saham BUMN Penebar Dividen SKK Migas menyatakan, porsi batubara dalam bauran energi akan dikurangi menjadi 30% pada 2030 dan 25% pada 2050, dari 37% pada 2020. Sementara itu, penggunaan energi terbarukan akan ditingkatkan, dari 14% pada 2020 menjadi 26% pada 2030, lalu 31% pada 2050. Selain itu, permintaan gas juga berpotensi meningkat seiring dengan langkah pemerintah untuk menghentikan ekspor bahan mentah pertambangan, seperti nikel, bauksit, tembaga, dan timah. Dengan begitu, sebelum mengekspornya, penambang perlu memproses terlebih dahulu bahan mentah tersebut di smelter agar memiliki nilai tambah. SKK Migas menyatakan bahwa segmen smelter punya potensi pasar yang dapat meningkatkan permintaan gas baru dalam jumlah besar. Untuk baterai kendaraan listrik saja, SKK Migas memprediksi akan ada peningkatan permintaan bahan bakar hingga 2.000 mmscfd. Melihat faktor-faktor tersebut, Andrey menilai perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas akan mendapatkan keuntungan lebih lanjut dari harga energi berkelanjutan. "Meskipun PGAS utamanya bergerak di bidang distribusi gas, PGAS juga memiliki eksposur ke bisnis hulu melalui Saka Energi," ucap Andrey.
Baca Juga: IDX Value30 Jadi Indeks Paling Jeblok, Terseret Penurunan Saham Komoditas Sepanjang sembilan bulan pertama 2022, kontribusi segmen hulu PGAS mencapai sekitar 18% dari total pendapatan. Pada periode tersebut, total pendapatan PGAS mencapai US$ 2,64 miliar atau meningkat 17%
year on year (YoY) dari US$ 2,25 miliar pada periode sama tahun 2021. Merujuk riset tanggal 6 Februari 2023, Analis Mandiri Sekuritas Henry Tedja mengatakan, manajemen PGAS menargetkan volume segmen distribusi
(distribution) gas dapat meningkat 18% yoy pada 2023. Hal ini seiring dengan Lapangan Gas Jambaran Tiung Biru (JBT) yang sudah
onstream sejak tahun lalu. Saat riset ini ditulis, JBT mengalirkan gas dengan laju 75 bbtud Volume akan naik hingga mencapai kapasitas optimum di 172 bbtud pada semester 2 2023, tergantung permintaan dari pelanggan industri. PGAS memperkirakan, pelanggan industrinya akan mencatatkan kenaikan volume sekitar 5% yoy pada tahun ini. Kemudian, volume segmen transmisi diperkirakan naik 3% yoy, sementara volume segmen transportasi minyak berpotensi meningkat 200% yoy. Lonjakan besar dalam volume transportasi minyak terjadi berkat peningkatan volume di blok Rokan. Di proyek pipa minyak Rokan, PGAS mendapatkan kontrak
fixed rate dengan Pertamina. "Hal ini memungkinkan PGAS memperoleh pendapatan
run-rate yang stabil terlepas dari volume minyak yang diangkut," kata Henry.
Baca Juga: Eks Dirut PGN Buka Suara Soal Sengketa Pajak Saka Energi Di sisi lain, PGAS memperkirakan, volume segmen
upstream lifting bakal turun 18% YoY. Pasalnya, PGAS berencana untuk mendivestasi Blok Fasken.
"Saya pikir divestasi blok Fasken akan membantu perusahaan untuk merestrukturisasi bisnisnya, meskipun PGAS akan tetap diuntungkan dari solidnya harga minyak mentah," ucap Henry. Henry merekomendasikan
buy PGAS dengan target harga Rp 2.500 per saham. Kemudian, Andrey merekomendasikan
overweight PGAS dengan target harga Rp 2.200 per saham. Sementara itu, Cheril merekomendasikan
sell PGAS karena tren kenaikannya sudah patah. Ia memperkirakan
support berikutnya di Rp 1.300 dengan
resistance di Rp 1.600 per saham. Pada Rabu (22/2), harga PGAS turun 1,91% ke Rp 1.540 per saham atau merosot 12,5% sejak awal tahun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati