Harga gas alam menanjak 15,9% di semester pertama



JAKARTA. Permintaan gas alam di musim panas berhasil mendorong kenaikan harga sepanjang tahun ini.

Mengutip Bloomberg, Senin (11/7) pukul 17.23 WIB, harga gas alam kontrak pengiriman Agustus 2016 di New York Merchantile Exchange menanjak 1,9% ke level US$ 2,856 per mmbtu dibanding sehari sebelumnya. Dalam sepekan terakhir, harga gas alam terkikis 4,38%.

Direktur Utama PT Garuda Berjangka, Ibrahim mengatakan, harga gas alam sedang menguat lantaran didukung kenaikan permintaan pada musim dingin. 


Seperti kondisi akhir tahun lalu, dimana harga gas alam mencapai US$ 2,523 per mmbtu. Pada semester pertama tahun ini gas alam menguat 15,9%. 

"Tetapi di bulan Desember hingga Januari lalu harga gas alam lebih rendah dari saat ini karena tertekan penguatan dollar AS setelah The Fed menaikkan suku bunga bulan Desember," ujarnya.

Meski permintaan naik, gas alam mengalami nasib serupa dengan minyak yakni dibanjiri oleh pasokan yang melimpah. Seiring dengan berakhirnya musim dingin, permintaan gas alam pun semakin surut. 

Pada saat yang sama, data-data ekonomi Amerika Serikat termasuk data tenaga kerja terus membaik sehingga meningkatkan spekulasi kenaikan suku bunga The Fed. Akhirnya, gas alam mencatat level terendah di US$ 2,024 per mmbtu pada 3 Maret 2016.

Pergerakan harga gas alam selanjutnya dipengaruhi oleh ramalan cuaca, teruatama di wilayah AS dan Eropa. Harga kembali menguat setelah The Fed merevisi outlook kenaikan suku bunga tahun ini menjadi dua kali.

Menjelang musim panas yang terjadis sekitar bulan Juni hingga Agustus, permintaan gas alam pun meningkat. 

Maklum, gas alam juga digunakan sebagai bahan pendingin ruangan saat musim panas. Di samping itu, melemahnya nilai tukar dollar AS menambah dukungan pada pergerakan harga.

Keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit justru membawa angin segar pada pergerakan harga gas alam. Setelah Brexit, The Fed diprediksi tidak akan menaikkan suku bunga tahun ini. Harga gas alam mencapai level tertinggi tahun ini di US$ 2,987 per mmbtu pada 1 Juli 2016.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan