Harga gas industri batal naik, begini tanggapan pengusaha keramik dan kimia dasar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penundaan kenaikan harga gas industri PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS, anggota indeks Kompas100) mendapat sambutan positif dari kalangan pengusaha yang menggunakan gas bumi dalam kegiatan operasionalnya.

Sebagai informasi, awalnya PGN merencanakan penyesuaian atau kenaikan harga gas industri yang berlaku mulai 1 November 2019. Namun, hal tersebut urung terjadi usai Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta kenaikan harga gas industri ditunda sementara waktu.

Ketua Asosiasi Kimia Dasar Anorganik Indonesia (Akida) Michael Susanto Pardi mengaku senang dengan batalnya kenaikan harga gas industri oleh PGN.


Baca Juga: Harga gas industri lebih murah dibandingkan harga gas rumah tangga

Menurutnya, keputusan yang diambil Kementerian ESDM sudah tepat. Bagi Akida, batalnya kenaikan harga gas industri memberi dua efek positif. Pertama, potensi lapangan kerja menjadi lebih memadai seiring iklim industri yang tetap sehat. Kedua, harga produk olahan kimia tidak akan mengalami kenaikan harga.

“Harga gas industri memang harus diatur oleh negara, karena efeknya berantai mulai dari lapangan kerja, tingkat kompetitif produk nasional, kemampuan pembayaran pajak perusahaan, dll,” ungkap Michael kepada Kontan.co.id, Kamis (31/10).

Dia juga menekankan, jika harga gas industri tidak dinaikkan atau justru diturunkan, maka yang diuntungkan adalah ribuan perusahaan dan jutaan tenaga kerja.

Baca Juga: Harga gas industri batal naik, ini sikap serikat pekerja PGN

Ketua Asosiasi Keramik Indonesia (Asaki) Eddy Suyanto juga mengapresiasi langkah Kementerian ESDM yang meminta PGN untuk tidak menaikkan harga jual gas industri. Ia menilai, saat ini harga gas industri di Indonesia termasuk yang paling tinggi dibandingkan negara-negara produsen keramik lain di Asia Tenggara seperti Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

“Ini merupakan wujud nyata dan dukungan pemerintah khususnya untuk industri keramik supaya bisa tetap bertahan hidup,” kata dia, Kamis (31/10).

Kendati demikian, Asaki tetap berharap ada kemauan dari pemerintah untuk segera mengimplementasikan Perpres No. 40 Tahun 2016 yang menetapkan harga gas industri di level US$ 6 per mmbtu.

Hal ini agar dapat membantu meningkatkan daya saing produk keramik dalam negeri sekaligus menekan angka impor keramik dari China, India, dan Vietnam yang saat ini merajalela di pasar domestik.

Baca Juga: Ini pertimbangan Menteri ESDM batalkan kenaikan harga gas industri

“Selama menunggu pelaksanaan Perpres tersebut, industri keramik telah melakukan berbagai upaya untuk peningkatan produktivitas dan efisiensi seperti pemanfaatan teknologi,” terang Eddy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat