Harga gas mahal, banyak pabrik memilih tutup



JAKARTA. Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengungkapkan, dengan belum turunnya harga gas industri berimbas pada beberapa sektor industri yang berhenti operasi.

Airlangga menuturkan, beberapa indutsri yang mengalami kendala produksi terkait harga gas. Antara lain industri baja, kertas, keramik, dan industri kaca.

"Ada beberapa sektor industri yang kesulitan beroperasi dengan harga gas yang tinggi, seperti baja, kemudian sebagian kertas, keramik, kaca," ujar Airlangga di Jakarta, Selasa (25/10).


Menurutnya, beberapa pabrik dari empat sektor industri tersebut saat ini tengah menghentikan sementara produksinya. Dan diharapkan setelah harga gas turun, kegiatan industrinya diharapkan kembali beroperasi.

"Beberapa sedang berhenti produksi, termasuk Krakatau Steel yang menghentikan pembuatan baja," jelasnya.

Target Harga Gas Turun November

Sementara itu, Menperin menargetkan dalam waktu dekat harga gas industri sudah mengalami penurunan harga.

Saat ini pihaknya bersama dengan Kementerian ESDM tengah menyelesaikan pembahasan terkait penurunan harga gas agar bisa segera direalisasikan.

Penurunan harga gas industri telah dirangkum dalam Peraturan Presiden No/40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi pada Mei 2016 lalu.

Namun, sejumlah kendala masih menjadi hambatan, hasilnya kini, niat penurunan harga gas industri masih belum tercapai. 

Menurut Airlangga, diperlukan adanya penyesuaian di hulu terutama transfer harga gas di hulu.

"Hitungannya sudah dibuat, minggu depan ada rapat dengan Kementerian ESDM dan akan dibawa ke Menko untuk sinkronisasi. Ini diharapkan selesai pada November 2016, memang masih harus menunggu realisasi untuk penurunanharga gas ini," ungkapnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan sejumlah menteri mematok harga gas untuk industri di Indonesia di bawah 6 dollar AS per MMBTU (Million British Thermal Units). Harga baru ditargetkan berlaku bulan Oktober atau November. (Pramdia Arhando Julianto)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia