Harga Gula Rafinasi Naik, Begini Tanggapan Produsen Makanan-Minuman



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produsen makanan dan minuman (mamin) berada dalam ancaman. Hal ini terjadi di tengah melambungnya harga gula rafinasi yang biasa digunakan di beberapa industri, termasuk industri mamin.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan, tahun lalu harga bahan baku gula masih berada di kisaran US$ 15 sen per pound sampai US$ 19 sen per pound. Kini, harga bahan baku gula sudah melonjak hingga sekitar US$ 25—29 sen per pound.Lonjakan harga bahan baku ini tentu berdampak pada harga gula rafinasi yang sudah menembus di atas Rp 10.000 per kilogram (kg).

Penyebab kenaikan harga gula cukup bervariasi. Salah satunya adalah gelombang panas ekstrim yang melanda sejumlah negara produsen gula seperti India dan Thailand, sehingga membuat panen tebu di sana terancam gagal.


Baca Juga: Ekspor Industri Makanan dan Minuman Raup USD21,3 Miliar

Selain itu, produsen gula lainnya yaitu Brazil juga tengah mengurangi subsidi BBM. Alhasil, hasil panen tebu di Brazil sebagian digunakan untuk keperluan energi, alih-alih untuk memproduksi gula.

“Belum ada kepastian sampai kapan kenaikan harga gula ini berlangsung. Kemungkinan tren ini masih akan berlangsung lama,” ungkap Adhi, Jumat (9/6).

Yang terang, para produsen mamin was-was dengan kenaikan harga gula rafinasi dalam beberapa waktu terakhir. Sebab, biaya produksi makanan dan minuman akan membengkak ketika harga gula tersebut berada di level yang tinggi.

Bagi para produsen mamin kelas kakap, lonjakan harga gula rafinasi di tahun ini ada kemungkinan masih bisa diminimalisir dampaknya. Ini mengingat para produsen besar biasanya menggunakan kontrak pembelian jangka panjang yang biasanya memakai harga gula versi lama.

Di sisi lain, strategi seperti ini tidak berlaku bagi produsen mamin kecil atau level UMKM. Dengan begitu, mereka cenderung lebih terdampak oleh tren kenaikan harga gula rafinasi.

Secara umum, para produsen mamin tidak bisa langsung menerapkan kebijakan penyesuaian harga produk lantaran industri ini relatif sensitif terhadap perubahan harga. Pebisnis mamin umumnya akan melakukan penyesuaian ukuran produk saja dan tetap mempertahankan harga jual, meski nantinya akan berdampak pada margin yang terkikis.

Baca Juga: GAPMMI Bantah Harga Mie Instan Naik Hingga Tiga Kali Lipat

“Pelaku industri mamin pasti lebih memilih mengurangi margin, karena yang penting penjualan jangan sampai turun,” ungkap Adhi.

Gapmmi pun berharap pemerintah bisa turun tangan dengan menerapkan kebijakan penangguhan sementara bea masuk impor gula rafinasi. Hal ini diharapkan supaya harga gula rafinasi di dalam negeri bisa lebih terkendali.

Di samping itu, pemerintah juga diharapkan tidak membuat kebijakan-kebijakan yang justru bisa berdampak negatif bagi daya beli masyarakat. Sebab, dengan membengkaknya biaya produksi, paling tidak para produsen berharap permintaan masyarakat terhadap berbagai produk mamin tetap terjaga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .