JAKARTA. Pemerintah akan mematok harga jual listrik dari pembangkit listrik panas bumi di kisaran US$ 9 sen per kWh hingga US$ 10 sen per kWh. Harga ini lebih tinggi dari sebelumnya.Sebelumnya, harga jual listrik untuk PLTP dipatok maksimal US$ 9,7 sen per kWh. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Kardaya Warnika mengatakan, aturan revisi harga jual ini akan segera terbit dalam waktu dekat."Aturan baru nanti berlaku untuk proyek baru dan untuk pertambahan, misalkan PLTP Kamojang kan sudah ada sekian, terus mau menambah lagi, dan boleh pakai aturan yang baru," kata Kardaya kepada KONTAN, Senin (7/5).Kenaikan harga jual ini untuk mendorong pengembangan pembangkit listrik tenaga bumi. Pemerintah menargetkan pemanfaatan panas bumi pada 2015 mencapai 4.500 MW.Aturan yang terbit nanti juga akan menetapkan waktu pembangunan PLTP agar sesuai target. “Kalau menghasilkan listriknya paling lambat 2018 misalnya, maka pakai harga itu. Kalau misalnya dia menghasilkan listriknya 2050 ya itu nggak bisa,” jelas Kardaya.Harga jual dikisaran US$ 9 hingga US$ 10 sen per kWh ini berlaku untuk PLTP Jawa. Sementara untuk di luar Jawa, Kardaya mengatakan akan ada faktor pengali. Menurut Kardaya, perbedaan harga ini karena karakteristik sumber energi di setiap pulau berbeda-beda.Meski aturan itu tidak berlaku surut, Kardaya mengatakan PLN dan pihak pengembang bisa saja memperbaharui harga,jika ada kesepakatan di kedua belah pihak. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Panas Bumi Indonesia Abadi Poernomo menilai, harga jual yang ditetapkan pemerintah tetap tidak menarik. Dia beralasan, investor lebih memilih harga jual listrik panas bumi berdasarkan lokasi dan kapasitas. "Jadi harga jual listriknya itu nanti segmented," kata Abadi. Abadi beralasan, besaran investasi dan risiko di setiap daerah tidak selalu sama. "Untuk beberapa daerah, harga jual listrik panas bumi itu bisa mencapai US$ 17 sen per kWh lho. Tentu saja tidak akan menarik kalau hanya US$ 9-10 sen per kWh," kata Abadi. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Harga jual listrik panas bumi US$ 9 sen-US$ 10 sen
JAKARTA. Pemerintah akan mematok harga jual listrik dari pembangkit listrik panas bumi di kisaran US$ 9 sen per kWh hingga US$ 10 sen per kWh. Harga ini lebih tinggi dari sebelumnya.Sebelumnya, harga jual listrik untuk PLTP dipatok maksimal US$ 9,7 sen per kWh. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Kardaya Warnika mengatakan, aturan revisi harga jual ini akan segera terbit dalam waktu dekat."Aturan baru nanti berlaku untuk proyek baru dan untuk pertambahan, misalkan PLTP Kamojang kan sudah ada sekian, terus mau menambah lagi, dan boleh pakai aturan yang baru," kata Kardaya kepada KONTAN, Senin (7/5).Kenaikan harga jual ini untuk mendorong pengembangan pembangkit listrik tenaga bumi. Pemerintah menargetkan pemanfaatan panas bumi pada 2015 mencapai 4.500 MW.Aturan yang terbit nanti juga akan menetapkan waktu pembangunan PLTP agar sesuai target. “Kalau menghasilkan listriknya paling lambat 2018 misalnya, maka pakai harga itu. Kalau misalnya dia menghasilkan listriknya 2050 ya itu nggak bisa,” jelas Kardaya.Harga jual dikisaran US$ 9 hingga US$ 10 sen per kWh ini berlaku untuk PLTP Jawa. Sementara untuk di luar Jawa, Kardaya mengatakan akan ada faktor pengali. Menurut Kardaya, perbedaan harga ini karena karakteristik sumber energi di setiap pulau berbeda-beda.Meski aturan itu tidak berlaku surut, Kardaya mengatakan PLN dan pihak pengembang bisa saja memperbaharui harga,jika ada kesepakatan di kedua belah pihak. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Panas Bumi Indonesia Abadi Poernomo menilai, harga jual yang ditetapkan pemerintah tetap tidak menarik. Dia beralasan, investor lebih memilih harga jual listrik panas bumi berdasarkan lokasi dan kapasitas. "Jadi harga jual listriknya itu nanti segmented," kata Abadi. Abadi beralasan, besaran investasi dan risiko di setiap daerah tidak selalu sama. "Untuk beberapa daerah, harga jual listrik panas bumi itu bisa mencapai US$ 17 sen per kWh lho. Tentu saja tidak akan menarik kalau hanya US$ 9-10 sen per kWh," kata Abadi. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News