JAKARTA. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tampaknya memilih menutup rapat rapat nilai pembelian 99,99% saham Bank Mutiara oleh perusahaan investasi asal Jepang, J Trust Co. Dalihnya: LPS terikat perjanjian dengan J Trust untuk tidak membuka harga akuisisi itu. "Kami belum bisa membuka harga karena punya kesepakatan dengan J Trust," ujar Sekretaris LPS Samsu Adi Nugroho kemarin (15/9). Samsu juga ogah membeberkan harga penawaran yang diajukan oleh calon-calon investor lain yang juga meminati Bank Mutiara. Seorang eksekutif perbankan yang dihubungi KONTAN mengaku juga tidak tahu persis nilai penjualan bank yang dulu bernama Bank Century itu. "Saya hanya dengar, harganya bagus. Masih di atas rata-rata PBV (price to book value) bank publik," kata eksekutif yang enggan disebutkan namanya itu, kemarin. Mengutip riset Joseph Pangaribuan, analis Samuel Sekuritas Indonesia, rata-rata PBV bank Indonesia tahun 2014 berkisar 2,7 kali. Bank sekelas Bank Rakyat Indonesia (BRI), misalnya, memiliki PBV sebesar 2,8 kali.
Dengan hitungan itu, hampir bisa dipastikan nilai transaksi pembelian saham Bank Mutiara di bawah dana talangan (bailout) pemerintah yang total jenderal mencapai Rp 7,94 triliun. Perinciannya: bailout pertama akhir tahun 2008 sebesar Rp 6,7 triliun. Dan, suntikan ke dua pada tahun lalu sebesar 1,24 triliun. Kabar penjualan yang lebih kecil dari total dana suntikan pemerintah ini pula yang mulai memanaskan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Maruarar Sirait, anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengaku akan mengusulkan ke anggota Komisi XI untuk mengundang LPS. Selain untuk menjelaskan calon pemilik baru Bank Mutiara, parlemen juga akan mempertanyakan harga jualnya. "Kami sebagai anggota DPR memiliki harapan agar penjualan Mutiara seharga dengan bailout," katanya.