Harga jual turun, pendapatan Polychem Indonesia (ADMG) di 2019 merosot 34,56%



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG) membukukan total penjualan bersih US$ 233,39 juta pada 2019. Jumlah tersebut merosot 34,56% dibandingkan penjualan bersih 2018 yang sebesar US$ 356,64 juta.

Secara rinci, penjualan ekspor anjlok 64,04% year on year (yoy), dari US$ 75,94 juta pada 2018 menjadi US$ 27,31 juta pada 2019. Sementara itu, penjualan lokal turun 26,58% yoy menjadi US$ 206,08 juta, dari sebelumnya US$ 280,7 juta. Penjualan lokal dan ekspor masing-masing berkontribusi sebesar 88,3% dan 11,7% terhadap total penjualan.

Secara kuantitas, penjualan ekspor turun 46,17%, dari 82.736 ton pada 2018 menjadi 44.533 ton pada 2019. Sementara itu, penjualan lokal hanya lebih rendah 3,83%, dari 246.111 ton pada 2018 menjadi 236.679 ton pada 2019.


Baca Juga: Gara-gara virus corona, API proyeksi industri TPT kontraksi 1,3% di 2020

Dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Jumat (15/5), manajemen Polychem Indonesia mengatakan, penurunan penjualan ini disebabkan oleh turunnya harga produk yang cukup signifikan pada tahun lalu. "Oleh karena itu, Polychem mengurangi produksi untuk menekan kerugian yang lebih besar karena selisih harga bahan baku ethylene dan produk MEG yang terlalu jauh," kata manajemen.

Penurunan penjualan ini juga disebabkan oleh banjirnya impor tekstil dan produk tekstil (TPT) dari China. Alhasil, hal ini berpengaruh signifikan terhadap kuantitas maupun harga penjualan polyester dalam negeri.

Untuk mencegah penurunan penjualan ke depannya, Polychem Indonesia akan memperbesar pangsa pasar, mengefisiensikan biaya produksi agar dapat lebih bersaing di pasar, serta memaksimalkan produk EOD. Selain itu, melalui asosiasi, Polychem Indonesia juga mengimbau pemerintah untuk menutup impor TPT dari China, serta melakukan proteksi dengan mengenakan bea masuk terhadap impor TPT dari luar negeri.

Sejalan dengan penurunan penjualan, Polychem Indonesia juga mencatatkan kenaikan rugi bersih sebesar 2.254,63%, dari US$ 1,26 juta pada 2018 menjadi US$ 29,59 juta. Salah satu penyebabnya adalah tingginya beban pokok penjualan hingga US$ 252,06 juta, melebihi penjualan yang sebesar US$ 233,29 juta.

Menurut manajemen, ini terjadi karena adanya peningkatan beban tenaga kerja langsung sebesar 8,40%. Mengingat, terjadi kenaikan upah tenaga kerja karyawan tetap sesuai dengan kenaikan rata-rata upah minimum provinsi (UMP) seluruh Indonesia sebesar 8,03%. Selain itu, perbedaan ini juga dipengaruhi kurs mata uang.

Oleh karena itu, ke depannya Polychem Indoneia sudah menyusun strategi untuk mengendalikan beban pokok penjualan. Pertama, Polychem akan mengendalikan conversion cost dan efisiensi produksi, mengingat biaya-biaya bahan baku dan energi dikendalikan oleh pasar.

Kedua, Polychem akan meningkatkan kuantitas produk dengan margin yang lebih tinggi dan menurunkan kuantitas produk dengan margin yang rendah. Salah satunya adalah meningkatkan produk EOD dan menurunkan produk MEG. Pada tahun 2019, kuantitas produk EOD naik 10,1% dibandingkan 2018.

Selain karena kenaikan beban pokok, kerugian yang dicatatkan Polychem Indonesia pada 2019 juga disebabkan oleh tidak adanya keuntungan dari pelepasan entittas anak. Pada 2018, nilai keuntungan ini mencapai US$ 4,57 juta.

Baca Juga: APSyFI: Utilisasi industri TPT kian susut, pelaku usaha butuh relaksasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat