Harga Kakao Melandai



JAKARTA. Harga biji kakao dunia menurun belakangan ini. Bulan Desember 2009 lalu, harga biji kakao di pasar komoditi New York sempat menyentuh US$ 3.250 per ton. Namun selanjutnya harga biji kakao terus merosot. Pada 1 Februari 2010 harga biji kakao sudah turun menjadi US$ 3.196 per ton, dan pada 26 Februari lalu harganya telah jatuh di bawah US$ 3.000, tepatnya US$ 2.917 per ton.

Yang agak aneh, penurunan harga kakao terjadi pada saat produksi kakao dunia cenderung stagnan. Salah satunya karena stabilitas politik di Ivory Coast alias Pantai Gading sebagai produsen terbesar kakao dunia, tengah terganggu. Akibat gangguan stabilitas politik tersebut, berbagai program pemerintah Pantai Gading untuk menyokong industri kakao juga tertunda. Investasi pengembangan kakao di negara tersebut sangat minim, dan petani juga tak punya modal untuk mendorong produksi kakao.

Tahun 2008-2009 lalu, pantai Gading mengekspor 1,5 juta ton biji kakao. Jumlah ini berpotensi turun lantaran panenan di wilayah Daloa dan Gagnoa di Pantai Gading terancam virus yang melanda sejumlah negara Afrika Barat. Daloa dan Gagnoa memproduksi masing-masing 300.000 ton biji kakao per tahun.


Sementara permintaan kakao dunia tahun ini diperkirakan akan mencapai 3,5 juta ton, naik 200.000 ton dari tahun lalu. Toh, Sekretaris Jenderal Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Zulhefi Sikumbang menilai penurunan harga kakao yang terjadi belakangan ini adalah wajar. Soalnya, lonjakan harga kakao dunia hingga tiga kali lipat dalam tiga tahun terakhir membuat harganya overvalue. “Industri sulit menyerap biji kakao yang mahal, akhirnya kapasitas giling mereka turun,” kata Zulhefi, akhir pekan lalu. Penurunan harga kakao ini juga didorong oleh penurunan permintaan produk kakao setengah jadi atau cocoa butter. "Ini berimbas pada permintaan biji kakao, sehingga harga biji kakao cenderung turun,” terang Zulhefi.

Namun, imbuh Zulhefi, harga kakao masih berpeluang naik kembali. "Harga akan bergerak di US$ 3.300 – US$ 3.600 per ton, karena perekonomian Amerika dan Eropa yang menguasai 85% kebutuhan cokelat dunia mulai pulih, serta penurunan produksi di Afrika,” ujarnya.

Bila prediksi Zulhefi ini akurat, maka itu berarti harga kakao naik tiga kali lipat dibandingkan dengan harga terendahnya di tahun 2008, yakni US$ 1.200 per ton.

Senada, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Sindra Wijaya juga menilai, meski saat ini harga kakao cenderung turun, namun peluang harganya untuk kembali meningkat terbuka lebar.

Faktor yang mendukung peningkatan harga kakao itu, imbuh Sindra, adalah permainan spekulan. Apalagi kalau produksi dari Pantai Gadung menurun karena kondisi keamanan tersebut sehingga pasokan biji kakao dunia terbatas.

Yang pasti, bagi Indonesia, penurunan harga biji kakao yang terjadi saat ini belum menjadi penyulut petani mengalihkan kegiatan bercocoktanamnya ke komoditi lain. "Jika harga kakao berada di bawah US$ 1.750 per ton, itu baru mengkhawatirkan,” terang Sindra.

Namun demikian, bagi industri pengolah biji kakao Indonesia, harga biki kakao saat ini sudah terbilang sangat tinggi. Soalnya, kalangan industri merasa nyaman jika harga biji kakao paling tinggi US$ 2.500 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test