Harga Kedelai Impor Merangkak Naik, Pengrajin Tahu dan Tempe Menjerit



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe dan Tahu (Gakoptindo), Aip Syarifudin menyatakan saat ini pengrajin tahu dan tempe menjerit karena harga kedelai impor terus melambung. Saat ini, harga kedelai impor sudah mencapai angka Rp 13.500 per Kg. Naiknya harga kedelai impor mengganggu produksi pengrajin tahu dan tempe. “Pengrajin tempe dan tahu yang dulunya (produksi) 20 kilo sehari, (sekarang) produksinya berkurang jadi 15 kilo. Dikurangi, sehingga penghasilannya juga berkurang. Dengan demikianlah jadinya menjerit” ucap Aip kepada Kontan.co.id, Kamis (2/11). Aip mengakui pengrajin tahu dan tempe tidak bisa berbuat banyak untuk menyiasati kenaikan harga kedelai impor. Mereka hanya bisa mengurangi jumlah produksi dan menaikkan harga sedikit. Pengrajin juga tidak bisa menaikkan harga tahu dan tempe semena-mena karena mempertimbangkan daya beli konsumen sehingga tidak bisa menaikkan harga dengan tinggi.

Baca Juga: Waspada Inflasi Barang Impor untuk Beberapa Bulan ke Depan “Kalau tahu dan tempe itu langganan, jadi tidak bisa semena-mena. Walaupun harganya tidak naik, tempenya itu dikecilin atau ditipiskan, gitu” tutur Aip. Naiknya harga kedelai impor disinyalir karena kondisi cuaca yang saat ini mengalami El Nino dan kemarau panjang. Selain itu, juga disebabkan dengan kurs mata uang dolar AS yang kian naik hingga menyentuh angka hampir Rp 16.000. Terakhir, ongkos angkut minyak dari Brazil ke Indonesia yang cukup tinggi. Hal ini yang membuat para pengrajin tahu dan tempe tercekik.

Baca Juga: Impor Bahan Pangan Indonesia Terus Melejit, Swasembada Pangan Hanya Khayalan Aip memperkirakan kenaikan harga kedelai ini akan terjadi hingga bulan Desember dan Januari. Setelah Januari, harga akan turun kembali diperkirakan sampai bulan Agustus. Ini adalah siklus yang terus berulang. Aip berharap dengan siklus yang mudah terprediksi, pemerintah dapat membantu pengrajin tahu dan tempe untuk “menormalkan” kembali harga kedelai ini. “Tahun lalu, pernah ada bantuan dari presiden, berupa subsidi, Rp 1000 per kilo. Akan tetapi, tahun ini belum ada, sehingga saat ini kami sedang pusing” tutup Aip.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .