JAKARTA. Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang bernaung dibawah Kementerian Perdagangan menemukan indikasi kuat adanya dumping produk keramik tableware dari China. Praktek dumping itu menyebabkan kerugian bagi industri di dalam negeri.Ketua KADI, Muchtar mengatakan mereka melakukan penyelidikan dumping berdasarkan permohonan dari PT Lucky Indah Keramik yang mewakili industri keramik di dalam negeri. Dari laporan itu, KADI telah melakukan penyelidikan awal dari bukti-bukti yang disampaikan oleh pemohon. "Sudah ada bukti adanya dumping tapi harus diverifikasi dengan pihak-pihak lain yang terkait," kata Muchtar, Kamis (23/6).Muchtar mengatakan tuduhan dumping dilakukan terhadap produk keramik tableware impor dari China dengan nomor pos tarif 6911.10.00.00, 6911.90.00.00 dan 6912.00.00.00. Proses penyelidikan dari KADI sendiri dilakukan terhitung mulai tanggal 21 Juni 2011.Dalam proses itu, semua pihak yang berkepentingan baik industri dalam negeri, importir di Indonesia, eksportir dan produsen dari China diberi kesempatan untuk memberikan informasi dan tanggapan.Masing-masing pihak diminta untuk memberikan tanggapan selama kurun waktu 40 hari dan dapat diperpanjang bila perlu. Setelah itu, KADI akan melakukan verifikasi, validasi, hearing, dan mengecek kebenaran laporan perusahaan tersebut di dalam dan luar negeri. "Proses penyelidikan di KADI ditargetkan bisa selesai dalam 6 bulan," kata Muchtar.Sementara itu, Sekjen Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga memperkirakan yang terjadi dengan produk keramik dari China kemungkinan bukan dumping karena pemerintah China sudah tidak lagi memberi bantuan ekspor untuk keramik. "Kalau keramik China masuk secara resmi, saya rasa tidak ada dumping," kata Elisa.Elisa mengatakan keramik China yang masuk ke Indonesia lewat jalur resmi harganya sudah cukup bersaing. Jika harganya murah maka ia menduga produk keramik itu masuk secara ilegal.Jenis keramik yang banyak masuk secara ilegal di antaranya granit homogeneous tile dengan ukuran 60x60 centimeter. Sebab, keramik jenis ini masih dikenakan bea masuk 20%. Jika tidak melalui jalur resmi harganya bisa mencapai Rp 90.000 atau Rp 80.000, padahal harga pasarnya di atas Rp 100.000.Keramik homogeneous tile dari China menurut Elisa menguasai sekitar 50% dari pangsa pasar di dalam negeri. Sedangkan pasar keramik honogeneous tile sendiri hanya 10% hingga 15% dari pasar keramik secara keseluruhan di Indonesia. Namun menurut Elisa produk keramik China tidak mampu bersaing untuk jenis keramik lainnya.Untuk tableware, Elisa tidak dapat memastikan adanya dumping. Namun, keramik tableware dari China seperti mangkuk, gelas, atau piring harganya memang cukup murah tapi bermutu rendah. Untuk itu menurutnya solusi yang tepat adalah dengan menerapkan Standard Nasional Indonesia (SNI) wajib bagi keramik. Sejak 2010, keramik tableware, keramik ubin, maupun kloset duduk diberlakukan SNI wajib.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Harga keramik tableware China yang di bawah harga ditengarai lewat jalur ilegal
JAKARTA. Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang bernaung dibawah Kementerian Perdagangan menemukan indikasi kuat adanya dumping produk keramik tableware dari China. Praktek dumping itu menyebabkan kerugian bagi industri di dalam negeri.Ketua KADI, Muchtar mengatakan mereka melakukan penyelidikan dumping berdasarkan permohonan dari PT Lucky Indah Keramik yang mewakili industri keramik di dalam negeri. Dari laporan itu, KADI telah melakukan penyelidikan awal dari bukti-bukti yang disampaikan oleh pemohon. "Sudah ada bukti adanya dumping tapi harus diverifikasi dengan pihak-pihak lain yang terkait," kata Muchtar, Kamis (23/6).Muchtar mengatakan tuduhan dumping dilakukan terhadap produk keramik tableware impor dari China dengan nomor pos tarif 6911.10.00.00, 6911.90.00.00 dan 6912.00.00.00. Proses penyelidikan dari KADI sendiri dilakukan terhitung mulai tanggal 21 Juni 2011.Dalam proses itu, semua pihak yang berkepentingan baik industri dalam negeri, importir di Indonesia, eksportir dan produsen dari China diberi kesempatan untuk memberikan informasi dan tanggapan.Masing-masing pihak diminta untuk memberikan tanggapan selama kurun waktu 40 hari dan dapat diperpanjang bila perlu. Setelah itu, KADI akan melakukan verifikasi, validasi, hearing, dan mengecek kebenaran laporan perusahaan tersebut di dalam dan luar negeri. "Proses penyelidikan di KADI ditargetkan bisa selesai dalam 6 bulan," kata Muchtar.Sementara itu, Sekjen Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga memperkirakan yang terjadi dengan produk keramik dari China kemungkinan bukan dumping karena pemerintah China sudah tidak lagi memberi bantuan ekspor untuk keramik. "Kalau keramik China masuk secara resmi, saya rasa tidak ada dumping," kata Elisa.Elisa mengatakan keramik China yang masuk ke Indonesia lewat jalur resmi harganya sudah cukup bersaing. Jika harganya murah maka ia menduga produk keramik itu masuk secara ilegal.Jenis keramik yang banyak masuk secara ilegal di antaranya granit homogeneous tile dengan ukuran 60x60 centimeter. Sebab, keramik jenis ini masih dikenakan bea masuk 20%. Jika tidak melalui jalur resmi harganya bisa mencapai Rp 90.000 atau Rp 80.000, padahal harga pasarnya di atas Rp 100.000.Keramik homogeneous tile dari China menurut Elisa menguasai sekitar 50% dari pangsa pasar di dalam negeri. Sedangkan pasar keramik honogeneous tile sendiri hanya 10% hingga 15% dari pasar keramik secara keseluruhan di Indonesia. Namun menurut Elisa produk keramik China tidak mampu bersaing untuk jenis keramik lainnya.Untuk tableware, Elisa tidak dapat memastikan adanya dumping. Namun, keramik tableware dari China seperti mangkuk, gelas, atau piring harganya memang cukup murah tapi bermutu rendah. Untuk itu menurutnya solusi yang tepat adalah dengan menerapkan Standard Nasional Indonesia (SNI) wajib bagi keramik. Sejak 2010, keramik tableware, keramik ubin, maupun kloset duduk diberlakukan SNI wajib.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News