Harga Komoditas di 2025 Melandai, Intip Strategi Investasinya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas diperkirakan mengalami normalisasi di tahun 2025. Meredanya ketegangan geopolitik hingga ekonomi China yang masih belum pulih menjadi penyebabya.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, ketegangan geopolitik menjadi salah satu pendorong harga-harga komoditas di 2024. Maklum, sepanjang kampanye dalam kontestasi Pemilu AS, Trump berjanji membawa perdamaian ke Timur Tengah.

Baca Juga: Harga Emas Spot di US$2.637,49 Jumat (6/12), Menuju Penurunan Mingguan Kedua


"Ditambah kondisi ekonomi China yang diproyeksikan belum akan pulih," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (6/12).

Menurut Lukman, walaupun pemerintah China memberikan stimulus tetapi belum akan meningkatkan ekonomi negara Tirai Bambu secara signifikan.

Di sisi lain, dengan perdamaian maka pembangunan infrastruktur akan marak. Sehingga, komoditas seperti tembaga dan alumunium diperkirakan permintaannya akan meningkat. Selain itu, sentimen energi hijau diprediksi mendorong harga nikel dan timah di 2025.

Menurut Ibrahim, komoditas yang kurang menarik dari sektor energi seperti minyak dan batubara. Karenanya, harga kedua komoditas itu diperkirakan akan mengalami koreksi.

"Batubara diperkirakan di bawah US$100 per ton dan minyak di US$50 per barel, jika naik juga ke US$80 per barel," sebutnya.

Baca Juga: Harga Emas Menuju Penurunan Mingguan Kedua; Fokus pada Data Payroll AS

Adapun untuk logam industri, nikel diperkirakan mengalami penguatan yang lebih baik. Karenanya diperkirakan harganya di 2025 berkisar US$20.000 - US$29.000 per ton. Sementara timah dikisaran US$25.000 - US$30.000 per ton.

Adapun untuk tembaga diperkirakan dikisaran US$10.000. Sedangkan alumunium dikisaran US$2.800 per ton.

"Namun, secara umum harga komoditas cenderung lebih lemah," tegasnya.

Karenanya, Ibrahim menyarankan investor sebaiknya wait and see. Sebab, ketidakpastian masih tinggi dengan potensi kebijakan tarif Trump.

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Turun Jumat (6/12), Brent ke US$71,43 dan WTI ke US$67,65

Jika ingin masuk, Ibrahim menyebut investor bisa memanfaatkan momentum pelemahan untuk buy on weakness di pasar spot. Namun, jika ingin memperoleh peluang yang lebih baik di pasar komoditas ia menilai investasi di pasar fisik memiliki prospek lebih positif.

"Karena jika di pasar fisik, investor bisa mendapat keuntungan dua kali lantaran untuk mencapai pasar fisik harus di multilateral dulu," sebutnya.

Sambungnya, multilateral itu kontraknya tiga bulan sehingga saat tiga bulan berjalan dan harga naik maka menjadi keuntungan bagi investor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto