Harga Komoditas Diprediksi Bergerak Stabil, Berikut Sentimen Penahannya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek harga komoditas energi diproyeksikan bergerak stabil. Secara fundamental, pasokan dan permintaan dilihat masih lemah.

Berdasarkan Trading Economics, dalam sepekan harga minyak WTI turun 5,15% dan bertengger di US$ 73,43 per barel pada Senin (2/9) pukul 19.04 WIB. Harga batubara turun 1% sepekan ke US$ 143,75 per ton, sementara gas alam naik 2,01% ke US$ 2,16 per MMBtu.

Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong mengatakan, secara umum harga komoditas energi masih tertekan. Sebab, pasokan dan permintaannya masih lemah.


"Semuanya masih tertekan oleh prospek permintaan jangka panjang dan suplai yang lebih besar dari permintaan," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (2/9).

Hal itu, terutama oleh perlambatan ekonomi global dan pergeseran dari energi fosil ke terbarukan. Ini menyusul data manufaktur China yang kontraksi ke 49,1 dari 49,4 pada bulan Juli, yang merupakan level terendah dalam enam bulan.

Baca Juga: Harga Komoditas Energi Beragam di Agustus 2024, Ini Penyebabnya

Selain itu, berdasarkan survei properti China Index Academy, harga rumah baru di 100 kota naik tipis, sebesar 0,11% pada bulan Agustus, melambat dari kenaikan 0,13% pada bulan sebelumnya. Data itu menunjukkan sektor properti belum pulih, meskipun pembuat kebijakan telah meluncurkan serangkaian stimulus untuk meningkatkan likuiditas.

"Namun ada faktor musiman yang mendukung, seperti global warming yang menyebabkan cuaca di musim panas lebih panas dan musim dingin yang lebih dingin, serta La Lina dan El Nino," sambungnya.

Untuk gas alam, Lukman berpandangan masih akan sulit naik karena produksi Amerika Serikat (AS) yang masih tinggi, serta cadangan di Eropa yang masih hampir penuh. Menurutnya, potensi kenaikan harga gas alam terjadi menjelang musim dingin akhir tahun.

Untuk batubara, ia menilai harganya masih bertahan cukup tinggi oleh antisipasi kemungkinan La Lina di Australia yang dapat mengganggu produksi secara skala besar. Sementara minyak mentah juga masih tertekan oleh kemungkinan OPEC+ akan mulai mengurangi pemangkasan produksi.

"Secara umum harga-harga sekarang sudah priced-in pemangkasan tahun ini, tetapi investor masih wait and see apabila pertemuan September ini akan terjadi kejutan atau tidak," katanya.

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo menambahkan, untuk prospek di September ini harga komoditas energi masih akan penuh dinamika. Suku bunga, perang, dan outlook pertumbuhan menjadi faktor penentu.

Pemangkasan suku bunga, kata Sutopo, akan memberikan ruang permintaan yang lebih agresif lantaran pengimpor akan membayar lebih murah. "Namun itupun tergantung dari minat konsumen, apakah mereka mau menimbun stok atau tidak," sebutnya.

Baca Juga: Harga Minyak Turun, Imbas Lemahnya Permintaan China dan Prospek Kenaikan Pasokan OPEC

Sutopo memprediksi harga minyak akan diperdagangkan pada US$ 74,09 per barel pada akhir kuartal ini, dan US$ 75,75 pada akhir tahun. Lalu batubara di US$ 144,81 per ton pada akhir kuartal ini dan US$ 148,05 per ton di akhir tahun. Kemudian gas alam diperkirakan pada level US$ 2,16 per MMBtu di akhir kuartal ini dan US$ 2,27 pada akhir tahun.

Sementara Lukman memproyeksikan minyak direntang US$ 60 - US$ 70 per barel dengan asumsi OPEC+ yang diperkirakan akan meningkatkan produksi. Lalu batubara di rentang US$ 130 - US$ 140 per ton dengan asumsi apabila tidak ada gangguan dari La Nina di Australia, kemudian gas alam di rentang US$ 2,3 - US$ 2,5 per MMBtu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi