KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga energi ditutup beragam pada akhir Agustus 2024. Namun, pergerakan selama sebulan kemarin cenderung
volatile. Berdasarkan data
Bloomberg, harga minyak WTI turun 2,45% secara bulanan (MoM) ke US$ 73,55 per barel. Harga batubara sempat mencetak harga tertingginya di US$ 153,6 per ton, kendati ditutup stagnan pada level US$ 145,25 per ton. Adapun untuk gas alam ditutup menguat 1,43% MoM ke US$ 2,12 per MMBtu pada akhir Agustus 2024. Meski begitu, harganya sempat menyentuh level terendahnya di US$ 2,04 per MMBtu.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, lesunya harga minyak mentah WTI seiring rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi kuartal berikutnya yang membebani pasar. Peningkatan tersebut dimulai pada bulan Oktober, akan membuat delapan anggota OPEC+ meningkatkan produksi sebesar 180.000 barel per hari.
Baca Juga: Harga Minyak Turun, Imbas Lemahnya Permintaan China dan Prospek Kenaikan Pasokan OPEC "Sebagian membalikkan pemotongan 2,2 juta barel per hari baru-baru ini sambil mempertahankan pengurangan lainnya hingga akhir tahun 2025," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (2/9). Kekhawatiran permintaan juga meningkat setelah aktivitas pabrik China turun ke level terendah dalam enam bulan pada bulan Agustus, meningkatkan kekhawatiran tentang ekonomi China yang tidak mencapai target pertumbuhan. Ini mengikuti data EIA yang menunjukkan konsumsi minyak AS pada bulan Juni melambat ke level musiman terendah sejak pandemi 2020. Sementara itu, laporan
Reuters menunjukkan bahwa ladang minyak Sarir, Messla, dan Nafoura di Libya telah diinstruksikan untuk melanjutkan operasi setelah kebuntuan politik yang telah menutup sebagian besar ladang minyak negara itu. Untuk harga batubara, Sutopo melihat kenaikan harga ke level tertinggi didorong oleh prospek permintaan yang kuat. Hal itu terjadi bahkan ketika lanskap energi China mengalami pergeseran, dengan persetujuan kapasitas batubara baru pada tahun 2024 turun hampir 80% dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut Sutopo, hal itu menandakan potensi pergerakan menuju energi terbarukan, tetapi batubara tetap dominan dengan menyumbang 65% pembangkit listrik pada bulan Juli 2024, dengan produksi batubara mencapai rekor tertinggi bulan itu. "Sehingga menggarisbawahi ketergantungan yang berkelanjutan pada batubara," terangnya.
Baca Juga: Logam Dasar Melemah Karena Pasar Kurangi Taruhan Ukuran Pemotongan Suku Bunga The Fed Di sisi lain, impor batubara China melalui laut naik sebesar 11% YoY pada paruh pertama tahun 2024. Sementara ekspor batubara Rusia melalui laut turun sebesar 13% YoY, mencerminkan pengetatan pasokan batubara di pasar. Secara global, permintaan batubara tetap kuat. Badan Energi Internasional memperkirakan konsumsi batubara global yang stabil meskipun ada perluasan energi terbarukan.
Untuk harga gas alam, bergerak naik karena
rebound, usai harganya tertekan dan membukukan titik terendah dalam 4 bulan. Namun, ia menilai harga gas alam berpotensi masih tertekan karena prospek suhu AS yang lebih dingin yang akan mengurangi permintaan gas alam dari penyedia listrik untuk menjalankan pendingin udara. Laporan EIA mingguan netral untuk harga gas alam. Sebab, persediaan gas alam naik 35 bcf, sesuai dengan ekspektasi tetapi di bawah rata-rata 5 tahun untuk periode tahun ini sebesar 43 bcf. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi