KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas energi tengah berada dalam tren positif. Analis memperkirakan masih ada ruang penguatan lanjutan bagi harga minyak dunia, batubara, hingga gas alam. Research & Development ICDX Girta Yoga mencermati, sentimen penggerak harga komoditas energi terutama minyak dunia saat ini adalah komitmen dari para produsen yang tergabung dalam aliansi OPEC+ untuk tetap mempertahankan kebijakan pemangkasan produksinya. Bahkan, produsen utama seperti Arab Saudi dan Rusia memilih untuk menambah pengurangan lebih dalam dengan melakukan pemangkasan tambahan secara sukarela. “Langkah pembatasan OPEC+ inilah yang membuat kondisi pasokan minyak tetap ketat, sehingga membuat harga ikut terdongkrak,” kata Yoga kepada Kontan.co.id, Selasa (5/9).
Pada Selasa (5/9) pukul 16.33 WIB, minyak mentah berjangka Brent untuk bulan November turun 51 sen menjadi US$ 88,49 per barel. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk bulan Oktober turun tipis 14 sen menjadi US$ 85,41 per barel.
Baca Juga: Harga Minyak Tergelincir, Investor Kecewa Aktivitas Ekonomi China yang Lesu Harga minyak mentah WTI bertahan di atas US$ 85 per barel, yang merupakan level tertingginya sejak akhir Juni 2022 atau dalam lebih dari 14 bulan terakhir. Sedangkan harga minyak Brent mencapai level tertinggi sejak akhir Agustus 2022 atau lebih dari setahun terakhir. Sementara untuk batubara dan gas alam, Yoga mengatakan, pemicu harga lebih disebabkan oleh efek gelombang panas yang melanda hampir semua negara dan berujung menyebabkan konsumsi listrik untuk pendingin ruangan menjadi meningkat drastis. Peningkatan konsumsi listrik ini yang kemudian menjadi katalis positif mengangkat harga batubara dan gas alam. Hal itu mengingat kedua komoditi tersebut merupakan bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan listrik. Pengamat Komoditas Lukman Leong turut menilai bahwa melejitnya harga minyak dunia karena didukung oleh kekhawatiran apabila OPEC+ terutama Rusia dan Arab Saudi masih akan terus melanjutkan langkah pengetatan suplai.
Baca Juga: Simak Prospek Saham PTBA, TINS, ANTM di Tengah Lesunya Harga Komoditas Harga batubara secara tidak langsung juga didukung oleh kenaikan harga minyak dunia, selain itu batubara terangkat permintaan dari China yang meningkat oleh ekspektasi pemerintah yang akan terus menambahkan stimulus pada ekonomi. Sementara, gas alam belakangan ini justru harga lebih lemah karena tertekan oleh permintaan yang lesu dan kapasitas cadangan di Eropa lebih dari 90% dan mendekati puncaknya. “Berbeda dengan harga minyak mentah dunia yang cenderung didikte oleh keputusan kartel OPEC+, sentimen pada batubara lebih dikarenakan permintaan dan pasokan serta perkembangan ekonomi di China,” imbuh Lukman kepada Kontan.co.id, Selasa (5/9). Lukman memperkirakan harga batubara bakal cenderung stabil karena didukung oleh harapan stimulus ekonomi China. Namun permintaan tampaknya akan mulai menurun memasuki musim gugur dengan temperatur yang lebih dingin. Gas alam di Eropa dan AS sendiri masih menghadapi kendala
oversupply, namun gangguan pasokan di Norwegia bisa sedikit mendukung harga. Perubahan iklim akan membuat cuaca lebih ekstrem dan mengganggu pasokan serta meningkatkan permintaan.
Baca Juga: Penurunan Harga Komoditas Menekan Laba Emiten Tambang BUMN Walaupun demikian, Lukman melihat faktor pertumbuhan ekonomi dunia masih akan mendikte harga. Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi di China masih lebih lemah dari harapan, demikian juga Jerman. “Faktor lainnya adalah dolar AS yang kembali menguat sehingga menekan harga komoditas secara umum,” ujar Lukman. Dalam jangka pendek, Yoga mencermati harga komoditas energi masih akan tetap bertahan di tren bullish pada bulan September 2023. Perkiraan tersebut mempertimbangkan situasi pasar saat ini dengan pasokan yang masih terbatas sedangkan dari sisi permintaan terus meningkat. Adapun laju penguatan harga komoditas energi bisa terbatasi di antaranya jika terjadi resesi ekonomi global, peningkatan pasokan dari para produsen energi, iklim dan cuaca yang kembali bersahabat dan komitmen penggunaan energi bersih.
Baca Juga: Sri Mulyani Keluhkan Sulitnya Prediksi Harga Komoditas Pangan dan Energi Global Yoga memproyeksikan harga minyak dunia akan bergerak menemui level
resistance di kisaran harga US$ 95 per barel – US$ 105 per barel, dan level
support di kisaran harga US$ 70 per barel–US$ 60 per barel hingga penutupan kuartal ketiga 2023 ini. Harga batubara akan bergerak menemui level
resistance di kisaran harga US$ 180 per ton–US$ 190 per ton, dengan perkiraan level
support di kisaran harga US$ 135 per ton–US$ 125 per ton. Sedangkan, harga gas alam diperkirakan akan bergerak menemui level
resistance di kisaran harga US$ 3,00 per mmbtu–US$3,50 per mmbtu dan level
support di kisaran harga US$ 2,00–US$ 1,50 per mmbtu. Yoga mengatakan, penutupan harga di kuartal ketiga nantinya akan menjadi petunjuk lebih lanjut bagi prospek harga komoditas energi di akhir tahun. Perkiraan harga perlu melihat kondisi dan situasi di pasar dari sisi suplai dan permintaan masing-masing komoditi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati