KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga komoditas energi, baik minyak, gas dan batubara terus terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan kebijakan penyesuaian tarif energi khususnya subsidi bergantung pada kebijakan pemerintah. Menurutnya, pemerintah memiliki dua opsi yakni menyesuaikan harga atau menambah alokasi subsidi. "Jika penyesuaian harga dilakukan berarti pemerintah memilih menggeser beban tersebut pada konsumen. Namun jika harga dipertahankan berarti menggeser beban pada keuangan negara," jelas Komaidi kepada Kontan, Senin (4/10).
Komaidi menjelaskan, secara khusus untuk tarif listrik maka energi primer umumnya memegang porsi sekitar 60% hingga 75% pada tarif listrik. Makin tinggi harga energi primer maka makin tinggi pula porsinya terhadap biaya penyediaan listrik. Sementara itu, Komaidi menilai perlu ada penyesuaian harga untuk BBM non subsidi mengingat harga minyak mentah yang naik signifikan. "Kalau tidak ada penyesuaian saya kira pelaku usaha akan merugi," ujar Komaidi. Sementara itu, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril mengungkapkan kebijakan penyesuaian tarif listrik sepenuhnya merupakan wewenang pemerintah. "Kami siap untuk menjalankan," kata Bob.
Baca Juga: Jika harga BBM dan listrik naik, begini dampaknya di industri petrokimia dan plastik Untuk harga batubara, PLN cukup beruntung pasalnya harga batubara untuk kebutuhan pembangkit telah dikunci diharga US$ 70 per ton. Kendati demikian, potensi kenaikan biaya pokok penyediaan (BPP) pembangkit membayangi PLN dengan rencana pemerintah menerapkan pajak karbon bagi badan usaha di bidang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Bob mengungkapkan pihaknya siap mengikuti ketentuan pemerintah terkait pengenaan pajak karbon. Kendati demikian, pihaknya belum melihat lebih rinci terkait regulasi yang bakal diterapkan tersebut. Yang terang, sejumlah upaya dekarbonisasi terus dilakukan PLN. Bob menjelaskan, pengenaan pajak karbon berpotensi menaikkan BPP Pembangkitan. Saat ini, PLTU tercatat memegang porsi sekitar 65% pada sistem kelistrikan PLN.
"PLN adalah perusahaan yang
highly regulated termasuk tarif dan model bisnis saat ini. Pengenaan pajak karbon akan menaikkan BPP dan tentu saja dengan skema tarif saat ini akan berkolerasi dengan subsidi dan kompensasi," terang Bob kepada Kontan, Senin (4/10). Bob memastikan, saat ini PLN dalam pengembangan PLTU telah menggunakan teknologi terkini dengan efisiensi yang lebih tinggi. Selain itu, implementasi teknologi ini juga membuat PLTU lebih ramah lingkungan termasuk meminimalisir dampak energi karbon yang dihasilkan. Bob melanjutkan, PLN pun kini terus melakukan transformasi dengan salah satu pilar yakni
Green dimana PLN telah meluncurkan
green energi
booster. Program ini meliputi pembangunan pembangkit Energi Terbarukan (ET), penerapan
cofiring pada PLTU serta konversi pembangkit diesel ke EBT. "Kita juga sedang mengkaji penerapan teknologi
carbon capture,
utilization and storage (CCUS)," kata Bob.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .