Harga Komoditas Energi Rebound Karena Sentimen Geopolitik, Cermati Prospeknya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah komoditas energi mengalami lompatan harga yang disebabkan sentimen geopolitik hingga kebijakan bank sentral. 

Berdasarkan Trading Economics pada Jumat (4/10) pukul 15.52 WIB, harga minyak WTI berada di US$ 74,25 per barel. Harga ini naik 0,74% dalam sehari, dan naik 9,01% dalam sepekan.

Harga minyak Brent juga menguat 1,06% dalam sehari ke level US$ 78,45 per barel. Sementara dalam sepekan harga minyak Brent naik 9,61%.


Adapun harga batubara saat ini berada di level US$ 142,60 per ton, secara harian naik 0,74% dan sepekan naik 2,15%. Harga CPO di Malaysia hari ini berada di RM 4.350 per ton. Harga CPO naik 4,02% secara harian dan menguat 7,35% secara mingguan.

Baca Juga: Harga Minyak Bergejolak Imbas Konflik Timur Tengah, Ini Respons ESDM

Pengamat Komoditas dan founder Traderindo.com, Wahyu Tribowo Laksono mencermati, secara garis besar benang merah kenaikan harga komoditas ini masih disebabkan kebijakan pemotongan suku bunga global yang diprediksi terus berlanjut. Menurut Wahyu, sentimen geopolitik lebih mendorong fundamental komoditas.

"Pergerakan terakhir semuanya rebound karena kebijakan The Fed, dan didukung stimulus raksasa PBOC," kata Wahyu kepada Kontan.co.id, Jumat (4/10).

Pengamat komoditas dan mata uang Lukman Leong mencermati, kenaikan harga masing-masing komoditas dipicu oleh sentimen yang berbeda-beda.

Untuk minyak WTI, sepenuhnya disebabkan oleh kekhawatiran apabila Israel akan membalas Iran dengan menargetkan fasilitas minyak mereka. Lukman menilai faktor kenaikan harga CPO lebih karena euforia stimulus China dan ditundanya UU anti deforestasi Uni Eropa. 

"Adapun batubara naik tidak banyak sebenarnya, hanya teknikal rebound setelah berfluktuasi dua pekan terakhir. Rebound ini juga bisa dikaitkan dengan gangguan produksi serta logistik di China, hanya minor bukan major," kata Luman, Jumat (4/10).

Baca Juga: Prabowo Siapkan Kebijakan untuk Kurangi Beban APBN 2025 dari Kenaikan Harga Minyak

Lukman menilai harga minyak WTI masih akan tergantung pada situasi di Timur Tengah. Jika nantinya terjadi eskalasi yang mengganggu pasokan minyak secara besar, maka WTI bisa kembali di atas US$ 80 per barel. 

Namun setelah itu, ada kemungkinan besar OPEC+ akan memanfaatkan situasi tersebut dengan menaikkan produksi mereka yang saat ini kelebihan pasokan. 

Sementara CPO bisa kembali naik didukung oleh sentimen dari UU anti deforestisasi EU dan stimulus China. Harga CPO berpotensi naik lebih jauh ke MYR 4.400 per ton.

Untuk batubara, komoditas ini kemungkinan hanya akan berkonsolidasi di US$ 130 sampai US$ 140 per ton pada akhir tahun. Tetapi harga batubara bisa naik apabila terjadi banjir besar atau la nina yang mengganggu pasokan dari Australia dan China.

Baca Juga: Prospek Saham Batubara di Tengah Transisi Penggunaan Energi Hijau

Wahyu menambahkan, pergerakan harga batubara dipengaruhi oleh kebijakan National Development and Reform Commission (NDRC). NDRC memiliki kewenangan untuk mengintervensi pasar batubara, termasuk melalui aturan jam kerja, impor-ekspor, biaya terkait, serta regulasi keuangan untuk pertambangan.

"Harga batubara harus dijaga agar tidak terlalu tinggi, yang bisa merugikan konsumen energi, namun juga tidak terlalu rendah, agar tetap menguntungkan bagi produsen dan sektor keuangan," jelas Wahyu. 

Wahyu memproyeksi untuk harga batubara pada akhir tahun akan berada di level US$ 150 per ton. Sementara minyak WTI target rebound di US$ 80 per barel, dan untuk CPO di kisaran RM 4.400 sampai RM 4.500 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati