KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas energi, seperti batubara, minyak bumi, dan gas alam turun di awal tahun 2023. Senin (20/2) pukul 14.27 WIB, harga minyak WTI berada di US$ 76,8 per barel, turun 6,02% dalam sebulan terakhir dan turun 16,62% secara tahunan. Harga gas alam mencapai US$ 2,42 per MMBtu, turun 31,83% dalam sebulan terakhir dan terkoreksi 50,43% YoY. Sementara, harga batubara US$ 209,3 per ton, turun 43,11% dalam sebulan terakhir dan turun 43,11% YoY. Founder Traderindo Wahyu Tribowo Laksono mengatakan, harga komoditas energi sudah tertekan sejak tahun 2022 lalu. Tekanan terhadap harga komoditas energi tahun 2022 lalu disebabkan oleh pergeseran narasi perihal inflasi ke resesi dalam waktu dekat.
“Risiko resesi bisa menyebabkan krisis ekonomi yang bisa terus menekan harga komoditas,” ujar Wahyu kepada Kontan.co.id, Senin (20/2). Baca Juga: Harga komoditas Energi Dalam Tren Bearish, Bagaimana Prospek Sahamnya? Wahyu mengatakan, inflasi akhirnya menurun pada kuartal keempat 2022 dan membuat harga komoditas tak terkoreksi makin dalam. Namun, hal itu tak serta merta membuat penurunan harga komoditas energi berhenti. Menurut Wahyu, ada beberapa faktor yang menyebabkan tekanan terhadap harga komoditas energi di tahun 2023. Pertama, adanya ketidakpastian antara resesi di Amerika Serikat (AS) dan respons kebijakan The Fed yang belum dipastikan akan hawkish atau dovish dalam menaikkan suku bunganya. “Jika The Fed mengetatkan kebijakan moneternya, harga komoditas energi akan mengalami penurunan di tahun ini,” ungkap Wahyu. Kedua, adanya reopening perekonomian pascapandemi Covid-19 yang sebenarnya bisa menaikkan harga komoditas energi. Tapi, ada ketidakpastian dari situasi geopolitik dan ancaman negatif resesi global yang masih sangat kuat. Wahyu menyebut, secara umum, harga komoditas energi masih konsolidasi tahun ini. Baca Juga: Permintaan Batubara Indonesia Berpotensi Turun, Ini Dampaknya ke Kinerja Ekspor Ketiga, musim dingin di Eropa dan AS yang lebih hangat dari perkiraan. Harga gas alam AS jauh lebih murah daripada di Eropa berkat melonjaknya pasokan shale gas pada tahun 2021.