Harga Komoditas Energi Turun Imbas Melemahnya Data Ekonomi yang Rendah dan Pilpres AS



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Melemahnya permintaan seiring data-data ekonomi yang lebih rendah akhir-akhir ini, seperti China dan Korea Selatan membuat harga komoditas energi mengalami penurunan. Harga minyak dunia, dan gas alam terpantau kompak merosot, sedangkan batubara merangkak naik. 

Berdasarkan Trading Economics, Minggu (28/7) pukul 20.15 WIB, harga minyak brent turun 1,51% ke level US$ 81,130 per barel dan dalam sepekan harganya turun 1,81%. Sementara harga minyak WTI turun 1,43% dan saat ini diperdagangkan di posisi US$ 77,160 per barel.

Harga batubara Newcastle berjangka pada hari Minggu (28/7) pukul 20.15 WIB, terpantau naik tipis 0,61% ke level US$ 139,25 per ton. Dalam sepekan harganya ikut naik 3,07%. Sementara, pada hari ini harga gas alam tercatat turun 1,72% ke level US$ 2,00 per MMBtu. 


Analis Pasar Mata Uang, Lukman Leong mengatakan bahwa secara umum harga komoditas energi masih tertekan oleh kekhawatiran melemahnya permintaan seiring data-data ekonomi yang lebih lemah dari perkiraan pada akhir-akhir ini. 

Baca Juga: Harga Acuan Batubara (HBA) Juli Membara Capai US$ 130,44 Per Ton, Ini Kata Pengusaha

Selain itu, Lukman bilang, kekhawatiran situasi seputar pilpres Amerika Serikat (AS), yang mana kedua kandidat diperkirakan akan melakukan perang dagang dalam kampanye juga diprediksi menekan harga komoditas energi. 

Lebih lanjut, dia menuturkan bahwa pasokan minyak mentah dunia dalam survey terakhir menunjukkan potensi surplus di tahun depan. Maka dari itu, wajar jika harga minyak dunia saat ini mengalami penurunan. Ditambah, data persediaan minyak dunia yang jatuh dan permintaan bensin yang meningkat.

“Kebakaran hutan di Kanada juga meningkatkan risiko gangguan pasokan,” kata Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (28/7). 

Menurut data Administrasi Informasi Energi, persediaan minyak mentah AS turun 3,7 juta barel dan persediaan bensin turun 5,6 juta barel untuk minggu yang berakhir 19 Juli 2024. Bensin yang dipasok ke pasar, proxy untuk permintaan, meningkat 673.000 barel per hari. 

Lukman pun memproyeksi, harga minyak minyak mentah WTI diperkirakan akan berada di level US$ 81 - US$ 83 per barel pada akhir kuartal ketiga ini, dan pada akhir tahun 2024, diperkirakan akan diperdagangkan di level US$ 85 per barel. 

Sedangkan untuk harga minyak Brent diprediksi harganya akan mencapai US$ 83 per barel-US$ 90 per barel pada kuartal ketiga 2024. Kemudian, pada akhir tahun, harganya diperkirakan akan berada di level US$ 85 per barel-US$ 95 per barel. 

Sementara itu, Lukman mengatakan, penurunan harga gas alam karena kapasitas penympanan di Eropa sudah sangat tinggi, sehingga sulit bagi harga gas alam untuk naik lebih tinggi. Dia menilai, harga gas alam walau terkoreksi sebenarnya sudah naik cukup besar dalam sebulan terakhir. 

Ia menuturkan bahwa harga gas alam juga berada di level rendah di Amerika Serikat. Namun, produsen dalam negeri terus optimistis tentang prospek jangka panjang gas sebagai bahan bakar, baik di Amerika maupun di luar negeri.

“Pasalnya, produksi gas alam sendiri terutama di AS masih terus meningkat,” kata dia. 

Secara fundamental, dia mengatakan bahwa harga gas alam masih rentan pelemahan. Namun pergerakan mendadak bahkan liar bisa terjadi kapan pun. Dengan begitu, Lukman memproyeksi, harga gas alam pada akhir kuartal ketiga ini akan berada dalam rentang US$ 1,80 per MMbtu-US$ 2,70 per MMBtu. 

“Kemudian, pada kuartal IV-2024, harga diperkirakan bisa di kisaran US$ 4,00 per MMbtu–US$ 6,00 per MMbtu,” kata dia. 

Harga Batubara Melemah Imbas Permintaan Tiongkok Turun

Sementara untuk harga batubara Newcastle berjangka, Lukman menjelaskan kenaikannya saat ini hanya bersifat sementara. Dia mengatakan harga batubara bergerak naik dan stabil didukung oleh penerapan program pembangkit listrik tenaga batubara pada kuartal pertama 2024, yang belum pernah terjadi sebelumnya di India. 

Namun, menurut dia, harga batubara akan kembali melemah imbas peningkatan permintaan batubara di Tiongkok pada tahun 2024, yang tidak terlalu besar karena stagnasi di sektor properti dan infrastruktur. 

Selain itu, ia mengatakan Tiongkok telah mengalami peningkatan impor batubara pada bulan April, karena adanya penurunan produksi dalam negeri, sehingga mereka meningkatkan stok batubara. Dengan demikian, harga batubara berpotensi untuk kembali menguat. 

“Jadi harga batubara cenderung  stagnan karena kelebihan pasokan dan lemahnya permintaan,” kata dia. 

Lukman menyebutkan, bahwa sejak paruh kedua tahun 2023, pasokan batubara yang tinggi dan melemahnya permintaan telah mengakibatkan peningkatan persediaan batubara secara global dan penurunan harga yang tajam sejak mencapai titik tertingginya pada tahun 2022. 

Lukman memproyeksi, harga batubara akan berada di level US$ 140 - US$ 145 per ton pada kuartal ketiga 2024. Sementara pada akhir tahun, harganya diprediksi mencapai hingga US$ 150 per ton. 

Baca Juga: Bursa Saham Australia Rebound pada Jumat (26/7), Seiring Reli Penambang dan Bank

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati