KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan indeks komoditas logam sepanjang kuartal I 2019 kompak mengalami kenaikan. Di mana, penguatan tertinggi terjadi pada harga nikel yang naik 21,45% US$ 12.984 per metrik ton. Disusul kenaikan harga timah sebesar 9,88% menjadi US$ 21.400 per metrik ton, tembaga naik 8,66% di level US$ 6.482 per metrik ton, dan Alumunium naik tipis 3,57% ke harga US$ 1.912 per metrik ton. Direktur Utama Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, kinerja industri logam di kuartal I-2019 relatif masih cenderung mengalami volatilitas. Hal ini dikarenakan memburuknya kondisi ekonomi global.
"Kita lihat banyak bank sentral yang merevisi target pertumbuhan ekonomi global, begitu juga dengan ADB dan Bank Dunia atau World Bank," kata Ibrahim ke pada Kontan, Kamis (4/4). Belum lagi, kinerja manufaktur beberapa negara berada di bawah 50 poin, termasuk di China, Jerman dan Amerika Serikat (AS). Hal ini sekaligus mengindikasikan adanya perlambatan ekonomi global. Apalagi, isu perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China juga masih menjadi berita hangat di pasar komoditas global. Yang mana, sepanjang kuartal I 2019 belum muncul informasi maupun kabar positif, begitu juga dengan Brexit. Berdasarkan data Bloomberg, meskipun harga nikel naik paling tinggi, namun di awal pertengahan Februari 2019 harganya nikel sempat merosot ke US$ 12.200 per metrik ton, dan untungnya sukses rebound dan sempat menyentuh level tertinggi di US$ 13.650 per metrik ton. "Nikel turun Februari karena isu perang dagang dan Brexit. Saat itu, kondisinya ekonomi global sangat terpengaruh kedua sentimen tersebut, sehingga komoditas juga terimbas," jelasnya. Sedangkan untuk harga Timah, Ibrahim menilai penguatannya tertahan aktifitas ekspor yang cenderung stagnan di akhir 2018. Namun, di 2019 ia menilai harga timah sudah mulai menunjukkan penguatan. Adapun alasan harga aluminium hanya naik tipis di kuartal I-2019, itu karena lagi-lagi pelambatan ekonomi global, sentimen perang dagang dan Brexit. "Namun, di kuartal II-2019 kemungkinan perang dagang akan usai, dimana Presiden AS dan Perdana Menteri China bakal mencapai kesepakatan di akhir April ini," ungkapnya.