KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas logam industri turun karena pasokan (
supply) yang melimpah tidak seimbang dengan permintaan (
demand) yang melemah. Penyerapan produk logam berkurang menyusul perlambatan ekonomi global. Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, pada bulan Mei 2023, harga komoditas logam industri meliputi Timah, Tembaga, Aluminium dan Nikel melemah karena kekhawatiran pertumbuhan ekonomi global terutama dari laporan data ekonomi China yang memperlihatkan produksi pabrikan yang melemah. Harga Aluminium berjangka turun di bawah US$ 2.250 per ton, mendekati level terendah sejak November 2022. Pasokan aluminium di China meningkat sementara biaya produksi turun, sehingga memberikan tekanan pada harga aluminium.
Sutopo menjelaskan,
output aluminium China meningkat 1,5%
year-on-year (YoY) menjadi 3,35 juta metrik ton (mt) di bulan April. Selain itu, telah terjadi peningkatan produksi dan tingkat operasi peleburan aluminium yang diperkirakan akan menghasilkan lebih banyak lagi produksi aluminium dalam beberapa bulan mendatang.
Baca Juga: Pupuk Kaltim Akan Bangun Pabrik Soda Ash dengan Target 300.000 Metrik Ton Per Tahun Terlepas dari peningkatan produksi, persediaan aluminium masih relatif rendah yang dapat membantu mencegah harga jatuh terlalu banyak dalam jangka pendek. Namun, karena kapasitas produksi yang terus meningkat kemungkinan akan terjadi kelebihan pasokan aluminium di akhir tahun. “Ini yang dapat menyebabkan harga aluminium turun,” ungkap Sutopo kepada Kontan.co.id, Selasa (7/6). Nikel berjangka diperdagangkan di sekitar US$ 21.000 per ton, tidak jauh dari titik terendah 10 bulan yang dicapai pada 18 Mei 2023. Prospek tetap melemah, dimana
output melebihi permintaan dan kekhawatiran perlambatan ekonomi global menekan harga pada prospek pengetatan moneter lebih lanjut oleh ekonomi maju. Kelompok Studi Nikel Internasional mengatakan pasar nikel menghadapi surplus permintaan-pasokan terbesar dalam setidaknya satu dekade di tengah produksi yang lebih tinggi dari Indonesia dan Filipina. Produksi nikel Indonesia telah tumbuh menjadi 1,58 juta ton pada tahun 2022, terhitung hampir setengah dari pasokan dunia. Dari sisi permintaan, pemulihan China yang tidak stabil membebani sentimen. Nikel tetap menjadi kontrak dengan kinerja terburuk di London Metal Exchange (LME), turun lebih dari 20% di sepanjang tahun ini. Sementara, Sutopo melanjutkan, Tembaga berjangka bergerak berbalik menguat (
rebound) karena meningkatnya kekhawatiran pasokan dan ekspektasi stimulus pemerintah melebihi bukti aktivitas pembelian yang rendah. Pelaku pasar utama terus menunjukkan kekhawatiran bahwa pasokan tembaga tidak dapat memenuhi ekspektasi permintaan jangka panjang, karena logam merupakan bahan mentah utama untuk transisi ke sumber daya terbarukan.
Baca Juga: Pemulihan Tak Berjalan Mulus, Proyeksi Ekonomi Global 2024 di Angka 2,4% Timah berjangka juga melonjak di atas US$25.600 per ton yang merupakan level tertinggi dalam lebih dari tiga minggu. Timah naik di tengah ekspektasi kekurangan pasokan di pasar timah global. Sutopo memperkirakan harga timah akan diperdagangkan di level US$ 22.076,77 hingga akhir tahun, tembaga diperkirakan akan diperdagangkan pada level US$ 3,41 per pound, serta nikel diproyeksikan akan diperdagangkan di level US$ 17,980,08 di akhir tahun. Sedangkan, Alumunium diperkirakan akan diperdagangkan di US$ 2.075,67 di akhir tahun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi