Harga komoditas melonjak, simak sepak terjang Peter Sondakh lewat Rajawali Corpora



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas batubara dan Crude Palm Oil (CPO) mengalami lonjakan signifikan dalam beberapa waktu terakhir. Kenaikan harga komoditas ini pun turut mendongkrak kinerja sejumlah perusahaan yang bergerak di bidang tersebut. Tak terkecuali bagi Rajawali Corpora yang didirikan Peter Sondakh.

Peter Sondakh yang masuk jajaran 50 Orang Terkaya se-Indonesia versi Forbes, melalui Rajawali Corpora tercatat memiliki bisnis yang bergerak di sektor CPO melalui PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) dan sektor batubara melalui PT Golden Eagle Energy Tbk (SMMT).

Mengutip real time net worth Forbes, per hari ini (7/10) kekayaan Peter Sondakh ditaksir mencapai US$ 1,5 miliar. Jika ditelisik lebih jauh, Rajawali Group tercatat memegang porsi saham sebesar 83,65% di PT Golden Eagle Energy Tbk (SMMT). Dalam catatan Kontan, SMMT mencatatkan penjualan ekspor batubara hingga September 2021 mencapai lebih dari 400.000 ton.


Sekretaris Perusahaan SMMT Chrismasari Dewi Sudono mengatakan, realisasi penjualan ekspor ini setara kurang lebih 30% dari keseluruhan volume penjualan SMMT. Adapun, penjualan SMMT hingga September 2021 disebut telah mencapai 1,2 juta ton.

Yang terang, SMMT meyakini prospek pasar ekspor hingga akhir tahun kian menjanjikan. "Batubara masih menjadi sumber energi yang dapat diandalkan dan efisien biaya, yang masih diminati baik di Asia maupun belahan dunia lainnya," terang Chrismasari kepada Kontan.co.id, Rabu (6/10).

Emiten batubara Grup Rajawali ini menilai, prospek cerah pasar ekspor turut didorong pemulihan aktivitas perekonomian sejumlah negara khususnya China dan India. Dengan demikian, permintaan atas batubara Indonesia diyakini bakal terkerek.

Chrisma mengatakan, saat ini tujuan ekspor SMMT masih didominasi China, India dan sejumlah negara Asia Tenggara. Di sisi lain, Chrismasari memastikan perusahaan terus berkomitmen memenuhi pasokan untuk dalam negeri. "Hingga saat ini alokasi batubara ke pasar domestik telah melebihi batasan DMO," ujarnya.

Baca Juga: Ekonom Celios ramal harga CPO bisa tembus hingga MYR 5.100 per ton

Di semester I 2021, SMMT mencetak laba bersih sebesar Rp 44,08 miliar. Torehan laba ini meningkat signifikan ketimbang semester I 2020 yang saat itu mencatatkan rugi bersih Rp 7,09 miliar. Selain peningkatan laba bersih, pendapatan SMMT terdongkrak 105,9% year on year (yoy) menjadi Rp 180,87 miliar dari pendapatan di periode sama di tahun lalu sebesar Rp 87,84 miliar.

Pencapaian positif ini pun diharapkan dapat berlanjut hingga tutup tahun nanti. Untuk menggenjot kinerja, tahun ini SMMT merencanakan alokasi capex tidak lebih dari Rp 20 miliar. Hingga Agustus 2021 realisasi capex disebut telah mencapai 25%.

Sementara itu, PT Rajawali Capital International (terafiliasi dengan PT Rajawali Corpora) merupakan pemegang saham mayoritas di Eagle High Plantations dengan porsi saham sebesar 37,07%.

Mengutip pemberitaan Kontan, PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) pede bisa membukukan pertumbuhan pendapatan double digit pada tahun ini. Optimisme ini berdasar pada tren harga minyak sawit mentah atawa crude palm oil (CPO) yang positif.

Saat ini, BWPT menjalankan kegiatan operasional usaha sawit di 3 lokasi, yaitu di Pulau Sumatera,  Kalimantan dan Papua dengan total luas lahan perkebunan yang mencapai 125,000 hektar. Total kapasitas pabrik kelapa sawit (PKS) BWPT berjumlah sebesar 2,5 juta ton TBS per tahun saat ini.

Baca Juga: Terdorong harga komoditas, IHSG diproyeksi akan tembus level 6.441 bulan ini

Pada sepanjang paruh pertama tahun ini, BWPT kecipratan berkah pergerakan positif CPO. Berdasarkan catatan internal perusahaan, harga jual rata-rata CPO BWPT di sepanjang semester I 2021 mengalami kenaikan 22% menjadi Rp 9,8 juta ton dibanding periode sama tahun lalu. 

Di tengah kenaikan harga jual rata-rata itu, BWPT juga mencatatkan pertumbuhan volume penjualan CPO sebesar 25% untuk CPO dan 18% untuk inti sawit atawa palm kernel (PK) di sepanjang April-Juni 2021 biola dibandingkan April-Juni tahun 2020 lalu.

Walhasil, pendapatan usaha BWPT mendaki di paruh pertama tahun ini. Mengutip laporan keuangan interim perusahaan yang dirilis pada 9 Agustus 2021 lalu, pendapatan usaha BWPT tumbuh 11,28% secara tahunan alias year-on-year (yoy) dari semula Rp 1,21 triliun di semester I 2020 menjadi Rp 1,35 triliun di semester I 2020. 

Hanya saja, BWPT memang masih membukukan rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk alias rugi bersih sebesar Rp 1,65 triliun. Angka tersebut lebih besar dibanding rugi bersih semester I 2020 lalu yang hanya mencapai Rp 437,50 miliar.

Untuk memacu kinerja, BWPT mencanangkan kenaikan produksi CPO di tahun 2021 ini. Hal ini bakal ditempuh dengan strategi optimalisasi produksi perkebunan pada tahun ini. Pada tahun ini, BWPT menganggarkan capex  sebesar Rp 150 miliar untuk peremajaan mesin, kendaraan angkut dan alat-alat berat yang menunjang produktivitas. Sumber pendanaannya diprioritaskan berasal dari kas internal perusahaan.

Selanjutnya: Cadangan devisa naik ke US$ 146,9 miliar, rekor tertinggi sepanjang sejarah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .