Harga Komoditas Turun, Bagaimana Efeknya ke Ekspor dan Penerimaan Negara 2023?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia kejatuhan durian runtuh akibat kenaikan harga komoditas, dalam dua tahun terakhir. Berkah tersebut dirasakan dari peningkatan nilai ekspor Indonesia dan penebalan pundi-pundi negara baik dari sisi perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Sebut saja ekspor Indonesia pada tahun 2021, mencapai US$ 231,54 miliar atau naik 41,88% bila dibandingkan periode sama tahun 2020.

Nilai ekspor Indonesia pada tahun 2022 kembali meningkat 26,07% menjadi US$ 291,98 miliar.


Ini membawa neraca perdagangan untuk surplus sebesar US$ 35,34 miliar pada tahun 2021. Dan merupakan yang tertinggi dari 2016.

Baca Juga: Ekonom Core: Inflasi Masih Jadi Masalah Bagi Perekonomian Indonesia

Surplus neraca perdagangan juga kembali meningkat pada tahun 2022 menjadi US$ 54,46 miliar.

Dari sisi penerimaan negara, Indonesia berhasil megantongi sebesar Rp 2.011,3 triliun. Ini bahkan 15,35% di atas yang ditetapkan dalam undang-undang APBN 2021.

Sedangkan pada tahun 2022, perkiraan pendapatan negara mencapai Rp 2.626,4 triliun atau juga 15,9% lebih tinggi dari target yang ditetapkan dalam undang-undang.

Memasuki tahun 2023, harga komoditas mulai mengalami normalisasi dan menurun dari level tahun 2022.

Bila menilik data Bank Dunia, hingga akhir kuartal I-2023, beberapa komoditas unggulan mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu.

Sebut saja batubara. Pada akhir Maret 2023, mencatat harga US$ 187,2 per metrik ton. Ini turun 40,38% yoy.

Kemudian minyak kelapa sawit pada akhir Maret 2023 mencatat harga US$ 972,1 per metrik ton atau turun 45,30% yoy.

Minyak mentah mencatat harga US$ 76,5 per barel pada akhir Maret 2023. Ini turun 31,96% secara tahunan. Plus nikel mencatat harga US$ 23,3 per metrik ton atau tergerus 31,35%.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual pun menyebut, penurunan ini akan mempengaruhi capaian nilai ekspor juga pendapatan negara hingga akhir tahun 2023.

"Nilai ekspor di akhir 2023 juga PNBP akan lebih rendah dibandingkan realisasi akhir tahun 2022," jelas David kepada Kontan.co.id, Kamis (27/4).

Kabar baiknya, David melihat penurunan harga komoditas ini tak akan terus menggerus nilai ekspor maupun penerimaan negara secara drastis.

Ia merinci, dari sisi ekspor, kinerja ekspor Indonesia masih memiliki peluang untuk meningkat dengan adanya kemungkinan peningkatan harga komoditas di semester II-2023.

Baca Juga: Sedang Melemah, Begini Prediksi Harga CPO dan Batubara Sepanjang 2023

Ini seiring dengan pengetatan kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) yang mulai berhenti.

Selain itu, geliat ekonomi China mulai terlihat setelah mulai pulih dari pandemi Covid-19. Ini akan melecut permintaan barang mentah yang biasanya akan mendongkrak harga komoditas.

Sedangkan dari sisi pendapatan negara, penurunan PNBP akan mendapat komplementer dari penerimaan pajak.

Kita telah melihat pemulihan ekonomi domestik yang mendorong permintaan. Ini akan mendongkrak penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN).

Kegiatan ekonomi juga mulai bergulir sehingga banyak perusahaan yang kembali mempekerjakan tenaga kerja, yang kemudian mendongkrak penerimaan pajak penghasilan (PPh).

"Sehingga, total penerimaan negara nantinya bisa dikompensasi dengan penerimaan dari PPh maupun PPN," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi