Harga Kripto Turun, Bisnis Startup Kripto di Indonesia Ikut Terdampak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terpuruknya bisnis startup kripto global juga berdampak pada bisnis startup kripto dalam negeri. Penyebabnya, harga beberapa mata uang kripto yang terus turun.

Jika melihat data coinmarketcap, harga bitcoin sudah mendekati kisaran US$ 20.000, dan dalam 30 hari terakhir sudah turun 33,61%. Sementara, di awal tahun, harganya masih bisa menyentuh US$ 40.000.

Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Kurniawan menyadari, saat ini market aset kripto memang tengah tertekan yang efeknya terjadi penurunan dari segi transaksi perdagangan. 


“Saya belum bisa kasih data angka pastinya berapa penurunan yang terjadi namun, sejumlah pedagang aset kripto melaporkan hal tersebut,” ujar Teguh kepada KONTAN, Rabu (22/6).

Baca Juga: Harga Bitcoin Gagal Pertahankan Reli 3 Hari Beruntun, Investor Masih Jongkok

Menurutnya, penurunan transaksi terjadi karena investor menahan dana masuk ke investasi aset berisiko, seperti kripto.  Untungnya, investor yang menjalankan posisi short masih bisa menggairahkan market dengan transaksi yang jumlahnya tidak begitu besar, namun bisa membuat pertumbuhan volume perdagangan harian.

Namun, ia melihat di Indonesia masih peluang pertumbuhan di tengah tren bear market. Ia mengutip laporan Bappebti, sejak awal tahun tercatat transaksi untuk aset kripto mencapai Rp 160 triliun hingga April 2022.

“Angka tersebut jauh lebih kecil memang dibanding tahun lalu di mana bisa mencapai Rp 280 triliun, lantaran beberapa nilai aset kripto mengalami penurunan,” ujarnya.

Sementara itu, Tegus juga masih optimistis terkait prospek industri kripto yang masih menjanjikan dan akan terus tumbuh, bersamaan dengan adopsi teknologi blockchain yang semakin luas.  Mengingat, jumlah investor aset kripto kini sudah mencapai 13,04 juta investor ditambah jumlah pedagang aset kripto yang resmi terdaftar di Bappebti sudah mencapai 25 perusahaan, tumbuh dari 11 perusahaan di akhir 2021.

Ia percaya dengan adanya bursa kripto, lembaga kliring dan kustodian nantinya akan menguatkan ekosistem kelembagaan aset kripto di Indonesia. Sebab, bisa menciptakan kepercayaan untuk masyarakat terlibat di dalamnya.

Teguh yang juga COO Tokocrypto menyebutkan bahwa di Tokocrypto mengalami penurunan dari segi daily trading volume dari sebelumnya pada saat normal bisa mencapai US$ 50 hingga US$ 70 juta, kini jadi US$ 15 hingga US$ 20 juta. S

“Sementara untuk pertumbuhan pengguna, saat ini ada 2,7 juta investor per Mei 2022,” imbuhnya.

Bisnis yang tertekan turut dirasakan oleh pemain lainnya, Digital Exchange yang merasakan penurunan volume transaksi. Co-founder Digital Exchange Duwi Sudarto Putra bilang saat ini transaksi volume 24 jam ada di kisaran Rp 5 miliar hingga Rp 20 miliar.

Tak hanya itu, Duwi bilang memang ada penarikan yang dilakukan namun dirinya masih menilai dalam kondisi normal. Dimana, kenaikan penarikan ada sekitar 10% sementara ia melihat banyak pengguna yang melakukan wait and see, sehinggai saldo rupiahnya masih tetap di wallet dex dan tidak melakukan penarikan. 

“untuk penarikan kurang lebih bsa Rp 10 miliar,” imbuh Duwi.

Baca Juga: Intip 5 Aset Kripto Berpotensi Bullish Pada Pekan Ini

Tak berbeda, startup kripto lainnya, Triv juga mengalami penurunan frekuensi transaksi. Hanya saja, CEO Triv, Gabriel Rey bilang penurunan frekuensi tersebut dinilai tidak signifikan. Tanpa menyebut nilai, ia bilang ada penuruna 10%.

Sementara itu, ia juga melihat harga kripto yang ambruk pun juga bisa berdampak pada jumlah pengguna. Adapun, di 2021, ada pertumbuhan hingga 350% dalam jumlah pengguna.

“2022 ini, memang kami mengalami penurunan penambahan pengguna baru karena bear market ini, di kisaran 100% hingga 150% saja pertumbuhannya,” ujar Gabriel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi