Harga lahan bisa menghambat pasar MBR



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan porsi subsidi pemerintah dalam skema fasilitas likuiditas pembiayaan dan perumahan (FLPP) tak akan mempengaruhi pasar rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Justru sistem verifikasi nasabah oleh Bank Indonesia (BI) atawa BI Checking yang mempengaruhi pasar properti tersebut.

Asmat Amin, Managing Director SPS Group mengatakan, perubahan porsi subsidi FLPP hanya akan mempengaruhi perbankan. "Kecuali cicilan berubah, maka akan mempengaruhi permintaan, karena yang paling penting itu cicilan dan uang muka," ungkap dia saat dihubungi KONTAN, Senin (6/8).

Asal tahu, banyak pengajuan kredit rumah MBR ditolak karena tak lolos BI Checking. Harry Endang Kawidjaja, Chief Execuitve Officer Delta Group dan sekaligus Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (APERSI) mengatakan, rata-rata jumlah nasabah yang tak lolos BI Checking sekitar 20%.


Sementara pengembang properti juga menghadapi tantangan harga jual rumah MBR yang tidak fleksibel. Pada saat bersamaan, mereka mesti menanggung harga beli lahan yang semakin mahal.

Padahal, potensi pasar MBR sangat besar. Dari kebutuhan hunian 800.000 unit hingga 1 juta unit per tahun, sebanyak 90% di antaranya adalah konsumen MBR. Segmen pasar tersebut memiliki pendapatan per kapita US$ 3.500 setahun atau Rp 3,8 juta per bulan. Kemampuan cicilan mereka sekitar Rp 1,2 juta per bulan.

SPS Group pun berharap bisa lebih leluasa menjual rumah MBR di kisaran Rp 150 juta–Rp 250 juta per unit. Adapun tahun ini mereka menargetkan penjualan 15.000–20.000 unit.

Target tersebut tak cuma untuk rumah MBR, tapi semua jenis proyek mereka.

Pengembang rumah MBR lainnya adalah PT Intiland Development Tbk. Tahun ini, mereka menargetkan penjualan 60 unit rumah MBR di Pacitan, Jawa Timur. Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk, Theresia Rustandi, menyebutkan 31 unit rumah MBR sudah terjual hingga Juni 2018.

Proyek rumah MBR Intiland melibatkan pengembang lokal PT Menara Tinggi Bertumbuh. Harga jual rumahnya sekitar Rp 130 juta per unit. "Agar geraknya paralel, kami minta juga ke marketing untuk menggenjot penjualan baik dari proses mengumpulkan data maupun proses wawancara," ujar Tomi Wistan, Presiden Direktur PT Menara Tinggi Bertumbuh kepada KONTAN, Senin (6/8).

Sebagai informasi, melalui Keputusan Menteri PUPR Nomor 463/KPTS/M/2018, pemerintah menurunkan porsi pembiayaan pada skema FLPP dari semula 90% menjadi 75%. Tujuannya untuk mengurangi beban fiskal dan meningkatkan target pembangunan rumah bersubsidi.

Ketua Dewan Pertimbangan APERSI, Eddy Ganefo, berpendapat perubahaan porsi subsidi pemerintah saat ini mendekati porsi awal program FLPP dirilis. Kala itu, porsi subsidi pemerintah 70%. "Saya mendukung perubahan ini selama subsidi bunga tetap di angka 5% untuk konsumen," terang dia kepada KONTAN, Senin (6/8).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati