JAKARTA. Lelang gula tebu rakyat tidak memuaskan. Di awal-awal masa panen seperti saat ini, lelang tebu dihargai Rp 9.500 per kilogram (kg)-Rp 10.000 per kg. Harga tersebut jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni Rp 14.800 per kg. Ketua Umum Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan, harga lelang gula juga jauh di bawah harapan petani yang menginginkan di kisaran Rp 11.700 per kg. "Kondisinya hancur petani tebu saat ini," kata Soemitro, Selasa (13/6). Terdapat beberapa persoalan yang membuat harga lelang gula tebu ini rendah. Soemitro mengatakan, faktor pertama adalah adanya penetapan harga acuan penjualan di tingkat konsumen untuk beberapa komoditas pangan pokok termasuk gula sebesar Rp 12.500 per kg.
Dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 27/M-DAG/PER/5/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen, menurut Soemitro, menyebabkan harga gula ditingkat hulu semakin ditekan. Kedua, pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) sebesar 10% kepada pedagang gula turut mempengaruhi harga tebu petani. "Walau secara aturan yang dikenakan pajak penjualan (PPn) itu pedagang, tapi praktiknya para pedagang tidak mau rugi yakni dengan membeli gula tebu di bawah harga lelang," ujar Soemitro. Menurut Soemitro, saat ini petani tebu tidak mendapat perlindungan. Pemerintah hanya fokus pada stabilitas harga ditingkat konsumen. Insentif berupa jaminan perlindungan harga yang layak, bantuan bibit tebu yang baik, serta pabrik gula yang memadai tidak tersedia. Produksi lebih baik Apalagi biaya produksi seperti biaya tenaga kerja dan sewa lahan untuk pertanian tebu setiap tahun mengalami peningkatan. Bila kondisi ini terus berlangsung, tidak mustahil petani tebu akan banting setir untuk menanam komoditas pangan lain yang lebih menguntungkan. Penetapan harga acuan pembelian di petani yang dipatok sebesar Rp 9.100 per kg, seperti tahun lalu sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. "Dengan harga lelang sekarang saja petani sudah rugi, apalagi kalau sampai menyentuh batasan harga acuan yang ditetapkan," ujar Soemitro. Dengan kondisi itu, maka kenaikan produksi gula tahun ini tidak akan banyak dinikmati petani. Pada tahun ini produksi gula tebu yang dihasilkan petani diproyeksikan lebih baik. Bila tahun lalu produksi gula dikisaran 2,2 juta ton, maka tahun ini akan lebih tinggi yakni 2,4 juta ton. Cuaca yang lebih baik, karena tidak terlalu banyak turun hujan menjadi faktor peningkatan produksi ini. Namun, peningkatan ini tidak maksimal lantaran tidak adanya ketersediaan bibit tebu yang baik serta pabrik gula yang lebih efisien.
Soemitro menilai, pemerintah tidak serius dalam upaya merealisasikan swasembada gula nasional. Beberapa kebijakan terlihat mundur kebelakang. Contohnya terkait dengan pembangunan pabrik gula (PG) yang dinilai tidak pro terhadap petani. Direktur Eksekutif Asosiasi gula Indonesia (AGI) Agus Pakpahan bilang, pemerintah berkewajiban mempercepat pembangunan pabrik gula baru karena pabrik gula yang ada saat ini sudah tak lagi memenuhi kebutuhan. Untuk itu, saran Agus, pemerintah mengizinkan investor membangun pabrik gula tanpa harus ada kewajiban memenuhi 30% kebutuhan bahan baku dari kebun sendiri. Investor dan petani tebu bisa bersinergi dalam pola kemitraan tetap sehingga mampu menjaga harga lelang gula petani tidak jatuh. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie