KONTAN.CO.ID - Harga logam dasar naik pada Senin (25/11), seiring pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) yang membuat logam yang dihargai dalam dolar lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya. Namun, kenaikan ini terbatas akibat kekhawatiran terhadap prospek permintaan global. Baca Juga: China Tambah Kaya! Temukan Cadangan Emas 1.000 Ton Senilai Rp 1.317 Triliun
Melansir Reuters, harga tembaga untuk kontrak tiga bulan di London Metal Exchange (LME) naik 1,4% menjadi US$9.089,50 per ton pada pukul 02.29 GMT. Sementara itu, kontrak tembaga Januari yang paling aktif di Shanghai Futures Exchange (SHFE) meningkat 0,6% menjadi 74.380 yuan (US$10.268,94) per ton. Pelemahan dolar AS dipicu oleh asumsi pasar bahwa pemilihan Menteri Keuangan AS yang baru akan menenangkan pasar obligasi, menurunkan imbal hasil, dan mengurangi keunggulan suku bunga dolar. Meski harga tembaga naik pada Senin, secara bulanan logam ini diperkirakan akan mencatat penurunan dua bulan berturut-turut. Baca Juga: Harga Tembaga dan Aluminium Tertekan Akibat Penurunan Aktivitas Bisnis Zona Euro Hal ini dipicu oleh kekecewaan terhadap stimulus yang dikeluarkan China sejauh ini serta kekhawatiran bahwa Presiden AS terpilih, Donald Trump, akan memberlakukan tarif pada China yang dapat menghambat arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi. Stok tembaga di gudang SHFE terus menurun selama musim konsumsi puncak di China, tetapi persediaan di gudang LME dan COMEX relatif tidak berubah, mencerminkan lemahnya permintaan di luar China. Harga logam dasar lainnya di LME juga menunjukkan penguatan. Aluminium naik 1,1% menjadi US$2.653 per ton, nikel bertambah 0,3% menjadi US$16.025, seng meningkat 0,9% menjadi US$2.994, timbal naik 0,6% menjadi US$2.033,50, dan timah menguat 0,7% menjadi US$29.125. Timbal tunai di LME diperdagangkan dengan diskon US$26,94 per ton terhadap kontrak tiga bulan, level diskon terkecil sejak 23 Agustus, menunjukkan pasokan jangka pendek yang semakin ketat.