KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga logam industri terkerek naik. Pandangan optimistis investor terhadap proyek infrastruktur yang lebih ambisius dan peralihan ke energi yang lebih ramah lingkungan menjadi pendongkraknya. Berdasarkan Trading Economics, harga logam industri terpantau menguat sepekan terakhir. Harga aluminium memimpin penguatan sebesar 4,18% ke US$ 2.628,5 per ton per Kamis (21/11) pukul 18.06 WIB. Harga nikel naik 1,74% ke US$ 16.024 per ton, dan tembaga naik 0,89% ke US$ 4,10 per pon. Hanya timah yang turun 2,15% ke US$ 29.026 per ton. Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo menilai penguatan harga logam industri didukung sentimen pasar yang positif dan ekspektasi pertumbuhan permintaan yang berkelanjutan. Menurutnya, investor optimistis tentang masa depan logam industri, yang menyebabkan peningkatan investasi dan harga yang lebih tinggi.
"Permintaan logam yang meningkat didorong oleh transisi ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan dan proyek infrastruktur yang ambisius," ujar dia kepada Kontan.co.id, Kamis (21/11). Sutopo mengatakan, logam seperti tembaga dan nikel sangat penting untuk kendaraan listrik dan teknologi energi terbarukan, yang telah meningkatkan harganya. Gangguan dalam operasi penambangan akibat cuaca buruk, masalah pemeliharaan, dan ketegangan geopolitik telah membatasi pasokan logam.
Baca Juga: Meski Menguat, Prospek Harga Logam Industri Diproyeksikan Masih Suram "Selain itu, tarif angkutan yang tinggi dan tantangan logistik telah menambah biaya pengangkutan bahan-bahan ini yang pada akhirnya mendorong harga," kata dia. Kemudian, tembaga dan aluminium juga dipengaruhi oleh perubahan kebijakan terkini China, termasuk pembatalan potongan pajak ekspor untuk logam-logam ini. Berakhirnya potongan pajak ekspor diperkirakan akan mengurangi pasokan tembaga dan aluminium dari Tiongkok, yang berpotensi menaikkan harga global. Investasi berkelanjutan dalam proyek infrastruktur dan energi hijau akan menopang permintaan logam-logam ini. Berkurangnya ketegangan geopolitik dapat mendukung rantai pasokan dan harga yang stabil. "Namun, perlambatan pertumbuhan ekonomi global, khususnya di China, dapat melemahkan permintaan," sebutnya. Di sisi lain, tekanan pada harga timah akibat permintaan global lebih lemah dari yang diharapkan, khususnya di sektor elektronik konsumen, yang merupakan pendorong utama penggunaan timah. Namun diperkirakan harganya akan mengalami perbaikan didorong pembatasan ekspor dari produsen utama seperti Myanmar dan Indonesia telah membatasi pasokan timah global.
Baca Juga: Asteroid Ini Miliki Kandungan Logam Senilai US$10 Triliun Triliun, Bisakah Ditambang? Sutopo memperkirakan harga tembaga diperkirakan akan stabil atau sedikit meningkat, didorong oleh kendala pasokan dan permintaan berkelanjutan dari proyek infrastruktur. Tembaga diperkirakan akan diperdagangkan pada US$ 4,40 per pon pada akhir kuartal ini dan US$ 4,64 di kuartal I 2025. Harga aluminium diperkirakan juga akan alami sedikit peningkatan karena berkurangnya ekspor dari China dan permintaan berkelanjutan untuk proyek energi hijau. Aluminium diperkirakan akan diperdagangkan pada US$ 2.681,53 per ton di akhir tahun ini dan US$ 2.816,59 di kuartal I 2025. Demikian pula dengan harga timah yang akan naik sedikit didukung oleh kendala pasokan dan permintaan dari sektor elektronik. Timah diperkirakan akan diperdagangkan pada harga US$ 33.060,68 per ton pada akhir kuartal ini dan US$ 35.289,52 di kuartal I 2025.
Sementara nikel diperkirakan akan tetap fluktuatif, dipengaruhi oleh kendala pasokan dan permintaan dari sektor EV dan baja tahan karat. "Harga dapat berfluktuasi antara US$ 16.000 dan US$ 18.000 per ton," imbuh Sutopo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati