Harga Logam Industri Kompak Tertekan, Simak Prospek dan Prediksi Harganya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga logam industri kompak memperlihatkan penurunan pada awal tahun 2024 ini. Berdasarkan data tradingeconomics.com, harga tembaga berada di level US$ 3,78/LB atau turun 1,64% secara mingguan per perdagangan Selasa (9/1) pukul 17.03 WIB.

Kemudian, per tanggal 8 Januari 2024, harga timah terkoreksi 3,60% secara mingguan menjadi US$ 24.500/ton dan harga nikel turun 1,85% dalam seminggu ke level US$ 16.072/ton. Tak ketinggalan, harga alumunium pun merosot 4,41% secara mingguan menjadi US$ 2.232,50/ton di penutupan perdagangan Selasa (9/1).

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, tembaga berjangka turun ke level terendah dalam hampir satu bulan di tengah rebound dolar Amerika Serikat (AS), ketidakpastian permintaan, dan peningkatan stok. Penguatan dolar AS terjadi seiring berkurangnya ekspektasi terkait sejauh mana pelonggaran kebijakan moneter The Fed tahun ini.


"Faktor tersebut mengangkat dolar AS yang digunakan untuk menentukan harga acuan tembaga dan menekan daya beli importir," ucap Sutopo saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (9/1). 

Baca Juga: Saham ANTM Berpeluang Terdepak dari Indeks MSCI, Begini Rekomendasi Sahamnya

Permintaan dari pelanggan utama di Asia, yakni China juga menjadi sorotan setelah penurunan tajam pada data PMI manufaktur China. Data dari Shanghai Futures Exchange juga menunjukkan bahwa persediaan di gudang-gudang utama China naik 8% menjadi 33.130 ton pada minggu pertama bulan Januari 2024.

Kemudian, harga timah juga tertekan karena lesunya kondisi makroekonomi di China sebagai negara produsen maupun konsumen timah terbesar di dunia. Melemahnya kondisi makroekonomi China menekan harga komoditas ini sejak Oktober 2023.

Lalu, nikel berjangka turun di bawah US$ 16.500 per ton, tidak jauh dari posisi terendah dalam tiga tahun terakhir. Tekanan harga ini terjadi karena kuatnya pasokan dari produsen terkemuka dunia, yaitu Indonesia, Filipina, dan China.

Menurut perkiraan terbaru dari International Nickel Study Group, pasokan nikel melampaui permintaan sebesar 223.000 metrik ton pada tahun 2023 dan kesenjangan tersebut diperkirakan akan melebar menjadi 239.000 metrik ton pada 2024. "Hal ini disebabkan oleh melemahnya penggunaan akibat perlambatan ekonomi global, khususnya pemulihan yang rapuh di China," ungkap Sutopo. 

Di sisi lain, ada harapan bagi harga nikel dari penurunan suku bunga oleh bank sentral utama dan prospek permintaan yang lebih kuat, yakni 3,47 juta ton pada 2024 dibanding 3,20 juta ton pada 2023. Permintaan yang lebih kuat ini seiring dengan meningkatnya penggunaan nikel dalam baterai kendaraan listrik dan kebangkitan kembali sektor baja tahan karat. 

Tak ketinggalan, penurunan harga alumunium terjadi karena pasar terus menilai prospek pasokan bauksit (bahan baku utama produksi aluminium) dari Guinea. Ledakan di depot bahan bakar di Guinea yang merupakan negara ekspor bauksit terbesar ketiga di dunia menghentikan aktivitas industri dan memicu lonjakan harga aluminium pada akhir tahun. 

Namun, harga alumunium tersebut telah melemah pada pergantian tahun karena laporan investasi yang kuat dari UEA pada infrastruktur bauksit Guinea meredakan kekhawatiran pasar atas krisis pasokan.

Baca Juga: Mengintip Peluang Rebound Harga Emas

Sementara itu, permintaan terus didukung oleh spekulasi bahwa langkah-langkah stimulus ekonomi dari pemerintah China akan mendukung aktivitas manufaktur di negara konsumen aluminium terbesar dunia tersebut.

Berdasarkan langkah-langkah terbaru, bank sentral China memberikan CNY 350 miliar kepada bank-bank pemerintah, termasuk China Construction Bank, dengan membatasi tingkat pembelian logam dasar. 

Sutopo memprediksi, tembaga akan diperdagangkan di US$ 3,93/LB pada kuartal ini dan US$ 4,14/LB dalam waktu 12 bulan. Lalu, timah bakal diperdagangkan di US$ 26.060,54/ton pada kuartal ini dan US$ 28.096,28/ton dalam waktu 12 bulan.

Kemudian, harga nikel akan diperdagangkan di US$ 15.900,13/ton pada akhir kuartal ini dan US$ 14.555,74/ton dalam waktu 12 bulan. Selanjutnya, aluminium kemungkinan diperdagangkan di US$ 2.426,12/ton pada kuartal ini dan US$ 2.549,02/ton dalam waktu 12 bulan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat