Harga logam industri terbenam



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas logam industri kompak melemah. Pada penutupan perdagangan Jumat (16/3), harga logam industri kontrak tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) merosot.

Harga aluminium turun 1,18% ke US$ 2.050 per metrik ton. Lalu harga tembaga melemah 0,52% ke level US$ 6.660 per metrik ton. Sementara harga nikel ditutup melorot paling dalam, yaitu 1,82% menjadi US$ 12.950 per metrik ton. Harga timah juga ikut turun sebesar 1,14% ke level US$ 2.341 per metrik ton.

Hal ini terjadi lantaran ancaman perang dagang yang ditabuh Amerika Serikat (AS) dan China. Sebagaimana diketahui, Presiden AS Donald Trump telah meneken memorandum pengenaan tarif pada produk China, yang nilainya diperkirakan US$ 60 miliar.


China merespons dengan mengumumkan bakal ikut mengenakan tarif impor pada produk AS. Di antaranya baja hingga daging babi. Nilai perdagangan produk-produk tersebut mencapai US$ 3 miliar.

Analis Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, perseteruan tersebut berdampak pada harga logam industri. "Ada ketakutan perang dagang bakal memperlambat laju pertumbuhan ekonomi China, negara yang selama ini paling tinggi menyerap logam industri," kata dia, Jumat (23/3).

Menurut analis Asia Tradpoint Futures Andri Hardianto, aluminium memang jadi komoditas yang paling terpukul. Mengingat komoditas ini adalah komoditas ekspor logam industri terbesar China ke AS. "Nilai ekspor aluminium mencapai 17% dari total ekspor China ke AS," kata dia.

Selain itu, harga logam industri tertekan karena pasar merespons negatif rilis pertumbuhan penjualan properti di China yang melambat. Di Januari-Februari lalu, penjualan properti di China cuma tumbuh 4,1%, lebih rendah dari periode yang sama di 2017, yang mencapai 7,7%. "Ini sempat membuat pasar khawatir. Tapi, data perekonomian China yang lain mementahkannya, seperti indeks manufaktur China yang bulan lalu naik," kata Ibrahim.

Ekonomi membaik

Namun, penurunan harga diproyeksi tidak berlangsung lama. Harga logam industri masih punya peluang menguat seiring ekspektasi pertumbuhan ekonomi China yang masih positif.

Ibrahim menilai, penurunan harga logam industri saat ini masih wajar. Ia optimistis harga akan kembali menguat selepas sentimen negatif jangka pendek ini mereda.

Pasalnya, tahun ini China telah memastikan bakal menggelontorkan US$ 1,6 triliun untuk pembangunan infrastruktur. Sejalan dengan itu, pertumbuhan ekonomi China juga diprediksi bisa mencapai 7%.

Sinyal optimisme perekonomian juga datang dari Eropa dan Jepang. Intinya, secara keseluruhan, ekonomi global diprediksi masih akan terus tumbuh. "Dengan begitu, harga logam industri bisa normal lagi, karena permintaan masih akan tinggi," ujar Ibrahim. Selain itu, data ekonomi AS dan China yang keluar pekan ini bisa jadi penyokong pergerakan harga logam industri.

Sepekan ke depan, Ibrahim memprediksi harga logam industri memang masih tertekan sentimen perang dagang. Untuk Senin (26/3), ia memperkirakan harga aluminium akan berada di kisaran US$ 2.000–2.085 per metrik ton.

Sementara, Andri menghitung harga nikel bergerak di rentang US$ 13.320–13.480 per metrik ton. Sedang harga tembaga antara US$ 6.620–6.700 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati