Jumlah perajing canting batik cap di Kelurahan Landungsari, Pekalongan, Jawa Tengah, mencapai 200 orang. Namun hanya sebagian kecil saja yang memiliki kios. Umumnya, mereka membuat canting di rumah mereka masing-masing dan pembeli datang ke rumah.Salah satu perajin yang juga memiliki kios adalah Hamzah. Bahkan, pria yang baru mulai terjun ke bisnis canting sejak awal tahun lalu ini, memiliki tiga kios. Di tiga kios itu ia memajang canting dan perlengkapan batik lainnya.Dengan memiliki kios tentu ia bisa meraih omzet lebih banyak. Hanya, untuk kios tentu perlu biaya. Walaupun Hamzah termasuk baru di kerajinan canting cap, namun orang tuanya termasuk pemain lama. Hamzah bilang, kerajinan itu sudah digeluti oleh kakeknya yang kemudian diturunkan ke ayah Hamzah. Hanya, awalnya Hamzah tidak tertarik. Ia memilih bekerja di bidang lain yaitu di perusahaan motor, dimana ia ditugasi di bagian marketing. "Tapi, sejak dua tahun lalu, saya melihat peluang yang bagus dari bisnis ini. Saya pun belajar dari ayah cara membuat canting," kisahnya.Nah, supaya bisnisnya cepat berkembang, Hamzah pun mendirikan kios di Landungsari. Dari pengalaman di marketing motor, pria kelahiran 26 tahun silam ini tahu strategi supaya lebih unggul dari perajin lain. Maka, Hamzah juga memasok bahan baku tembaga dan seng untuk pembuatan canting di Solo. Mengenai pembuatan canting sendiri, Hamzah memberi gambaran, bentuk canting cap kurang lebih seperti cetakan dengan motif khusus. Pembuatan canting cap dimulai dengan menggambar motif yang diinginkan pada sehelai kertas. Setelah motif jadi, mulailah tembaga dipotong-potong hingga membentuk pola mengikuti motif itu. Kemudian, potongan-potongan tembaga itu dirangkai dan dipatri, hingga persis seperti desain yang diinginkan. Usai dipatri, pola yang ada diisi dengan gondorukem supaya tidak ada bagian yang kosong. Proses berikutnya adalah pembakaran, Perajin harus membakar dulu canting agar tembaga padat dan tahan lama. Langkah berikutnya, pembuatan pegangan canting yang juga berbahan tembaga. Total proses pengerjaan bisa memakan waktu 5-14 hari.Salah satu problem yang dihadapi perajin canting adalah harga tembaga. Slamet Azis, perajin canting yang lain bercerita harga tembaga terus melonjak. Ketika, ia memulai usaha ini pada tahun 2000, harga tembaga masih Rp 20.000 per lembar. "Sekarang, sudah mencapai Rp 120.000. Stok selalu ada, tapi harganya naik terus,” ungkapnya.Untuk menyiasatinya, perajin memanfaatkan tembaga bekas. Nur Hadi misalnya. Ia kadang membeli tembaga bekas dari Tegal, karena harganya lebih murah, yakni Rp 120.000 per kilogram. “Tapi, karena bekas, tebalnya tidak rata, jadi harus pintar memilih yang tebalnya sama,” bebernya.Modal usaha ini memang tidak besar. Seperti diceriterakan Hadi, ketika memulai usaha canting cap pada 2002, ia hanya mengeluarkan modal Rp 20.000 untuk bahan baku tembaga. Sementara, peralatan lain seperti gunting, tang, dan capit, ia pinjam dari tetangga. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Harga mahal, tembaga bekas jadi pilihan (2)
Jumlah perajing canting batik cap di Kelurahan Landungsari, Pekalongan, Jawa Tengah, mencapai 200 orang. Namun hanya sebagian kecil saja yang memiliki kios. Umumnya, mereka membuat canting di rumah mereka masing-masing dan pembeli datang ke rumah.Salah satu perajin yang juga memiliki kios adalah Hamzah. Bahkan, pria yang baru mulai terjun ke bisnis canting sejak awal tahun lalu ini, memiliki tiga kios. Di tiga kios itu ia memajang canting dan perlengkapan batik lainnya.Dengan memiliki kios tentu ia bisa meraih omzet lebih banyak. Hanya, untuk kios tentu perlu biaya. Walaupun Hamzah termasuk baru di kerajinan canting cap, namun orang tuanya termasuk pemain lama. Hamzah bilang, kerajinan itu sudah digeluti oleh kakeknya yang kemudian diturunkan ke ayah Hamzah. Hanya, awalnya Hamzah tidak tertarik. Ia memilih bekerja di bidang lain yaitu di perusahaan motor, dimana ia ditugasi di bagian marketing. "Tapi, sejak dua tahun lalu, saya melihat peluang yang bagus dari bisnis ini. Saya pun belajar dari ayah cara membuat canting," kisahnya.Nah, supaya bisnisnya cepat berkembang, Hamzah pun mendirikan kios di Landungsari. Dari pengalaman di marketing motor, pria kelahiran 26 tahun silam ini tahu strategi supaya lebih unggul dari perajin lain. Maka, Hamzah juga memasok bahan baku tembaga dan seng untuk pembuatan canting di Solo. Mengenai pembuatan canting sendiri, Hamzah memberi gambaran, bentuk canting cap kurang lebih seperti cetakan dengan motif khusus. Pembuatan canting cap dimulai dengan menggambar motif yang diinginkan pada sehelai kertas. Setelah motif jadi, mulailah tembaga dipotong-potong hingga membentuk pola mengikuti motif itu. Kemudian, potongan-potongan tembaga itu dirangkai dan dipatri, hingga persis seperti desain yang diinginkan. Usai dipatri, pola yang ada diisi dengan gondorukem supaya tidak ada bagian yang kosong. Proses berikutnya adalah pembakaran, Perajin harus membakar dulu canting agar tembaga padat dan tahan lama. Langkah berikutnya, pembuatan pegangan canting yang juga berbahan tembaga. Total proses pengerjaan bisa memakan waktu 5-14 hari.Salah satu problem yang dihadapi perajin canting adalah harga tembaga. Slamet Azis, perajin canting yang lain bercerita harga tembaga terus melonjak. Ketika, ia memulai usaha ini pada tahun 2000, harga tembaga masih Rp 20.000 per lembar. "Sekarang, sudah mencapai Rp 120.000. Stok selalu ada, tapi harganya naik terus,” ungkapnya.Untuk menyiasatinya, perajin memanfaatkan tembaga bekas. Nur Hadi misalnya. Ia kadang membeli tembaga bekas dari Tegal, karena harganya lebih murah, yakni Rp 120.000 per kilogram. “Tapi, karena bekas, tebalnya tidak rata, jadi harus pintar memilih yang tebalnya sama,” bebernya.Modal usaha ini memang tidak besar. Seperti diceriterakan Hadi, ketika memulai usaha canting cap pada 2002, ia hanya mengeluarkan modal Rp 20.000 untuk bahan baku tembaga. Sementara, peralatan lain seperti gunting, tang, dan capit, ia pinjam dari tetangga. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News