Harga Mi Instan di Indonesia Bakal Naik Akibat Perang Rusia-Ukraina, Mengapa?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada awal Juli 2022 lalu, Presiden Joko Widodo sempat menyinggung bahwa harga mi instan di Indonesia diprediksi akan mengalami kenaikan sebagai dampak terjadinya perang Rusia-Ukraina. 

"Ini hati-hati, yang suka makan roti, yang suka makan mi (instan), bisa harganya naik. Karena apa? Ada perang di Ukraina," kata Jokowi dikutip dari Antara, Jumat (8/7/2022). 

Lantas mengapa kenaikan harga ini bisa terjadi? Apa hubungannya perang di Ukraina dengan harga mi di Indonesia? 


Mengenai hal itu, dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Catur Sugiyanto menjelaskan semua ini bisa terjadi karena semuanya memang saling berhubungan. 

Indonesia impor gandum dari Ukraina 

Pertama, bahan dasar pembuatan mi adalah gandum, dan Indonesia tidak memiliki lahan gandum. Sehingga Indonesia memenuhi kebutuhan dalam negerinya melalui kebijakan impor. 

Awalnya, Indonesia mengimpor biji gandum dari Amerika Serikat, sebagai bagian dari program bantuan pangan AS. 

"Karena gandum diimpor masih berupa biji, maka dibangunlah PT Bogasari untuk menggiling (biji gandum) menjadi tepung gandum. Mungkin masyarakat mengira bahwa gandum masih berasal dari USA saja atau tepung gandum disamakan dengan tepung beras, yang praktis ditanam di Indonesia," jelas Catur saat dihubungi Kompas.com, Kamis (21/7/2022). 

Baca Juga: Putin Lakukan Pembicaraan dengan Iran dan Turki, Ini yang Dibahas

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 menunjukkan impor gandum Indonesia sebagian besarnya datang dari Australia. Namun, sekitar 25 persen di antara total impor tersebut berasal dari Ukraina. 

Meski hanya 25 persen, tapi kondisi ini bisa menimbulkan kenaikan harga gandum di Tanah Air secara signifikan. 

"Mudahnya saja kalau harga gandum Ukraina naik 20 persen dan kita masih menggunakan 25 persen untuk produk mi, maka berarti biaya produksi naik 5 persen," jelas dia.  Sayangnya, kenaikan harga di Ukraina tidak mungkin tidak diikuti dengan kenaikan harga di negara lainnya. 

"Nah, apakah harga gandum Ukraiana saja yang naik, biasanya tidak, yang lain ikut naik, karena kalau hanya gandum Ukraina saja yang naik harganya, trader akan mencari gandum yang lebih murah," ungkap Catur. 

"Semua trader seperti itu, sehingga permintaan terhadap gandum yang lain juga naik. Bagi penjual, pastinya akan menaikkan harga," lanjutnya. 

Belum lagi berkurangnya kapasitas pelabuhan juga kapasitas pengiriman dengan kapal laut (shipping) di Ukraina akibat perang yang belum usai. 

Baca Juga: Volatilitas Harga Pangan dan Kemiskinan

Di pihak lain, Rusia juga belum tentu mau melepaskan stok gandum yang dimilikinya. 

"Jadi bisa agak panjang dampaknya, meskipun ramalannya sudah akan mulai menurun, dibandingkan 3 bulan terakhir," sebut Catur. 

Sebenarnya, ada bahan lain yang tersedia di Indonesia yang bisa digunakan sebagai subtitusi dari gandum, yakni tepung berbahan dasar singkong yang disebut tepung mocaf, tepung sorgum, dan sebagainya. 

"Sekarang harga tepung mocaf jauh di atas harga gandum, maka tidak aneh kalau konsumen belum banyak menggunakan," kata Catur. 

Padahal, ketergantungan bahan pangan dari luar negeri, secara terprogram harus dikurangi. Tepung-tepung yang bisa diproduksi di dalam negeri perlu didukung, baik oleh konsumen maupun oleh pemerintah, agar petani bersedia menanam dan memprosesnya. 

Jika sudah demikian, maka harga tepung lokal bisa bersaing dengan tepung gandum.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengapa Perang Rusia-Ukraina Bisa Memicu Kenaikan Harga Mi Instan?" Penulis : Luthfia Ayu Azanella Editor : Inten Esti Pratiwi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie