Harga minuman ringan naik 17%



JAKARTA. Kabar buruk bagi penyuka minuman ringan. Pebisnis minuman ringan akan menaikkan harga jual produk minuman ringan tahun ini.

Penyebabnya tak lain kenaikan tarif listrik serta upah buruh tahun ini. Langkah ini terpaksa mereka lakukan untuk menjaga marjin usaha.

Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) Farchad Poeradisastra  mengatakan biaya produksi industri minuman ringan tahun ini bisa melonjak hingga 17% dibanding tahun lalu.  "Kenaikan terdorong kenaikan tarif energi serta upah pekerja," katanya kemarin.


Menurutnya rata-rata biaya energi yang dipakai industri minuman ringan nasional berkontribusi sekitar 10% hingga 11% terhadap total biaya produksi. Adapun komponen kenaikan upah buruh memberi kontribusi sekitar 5% dari total biaya produksi.

Menyikapi kenaikkan beban produksi ini, menurut dia langkah menaikkan harga jual bisa menjadi opsi yang dipilih. Kemungkinan kenaikkan harga yang bisa dilakukan oleh produsen minuman ringan ini sebesar 15% hingga 17% sesuai dengan kenaikkan beban biaya yang harus ditanggung.

Namun kenaikkan harga ini kemungkinan akan dilakukan secara bertahap. Harapannya, konsumen tidak langsung terkejut melihat lonjakan harga tersebut.

Farchad  berharap kenaikan harga secara bertahap diharapkan tidak mendistorsi pertumbuhan pasar minuman ringan domestik yang rata-rata mencatatkan pertumbuhan sebesar 7% per tahunnya.

Ia memprediksi, selama 2012 kemarin, pasar minuman ringan di Indonesia bisa tembus Rp 294,25 triliun. Sayang, ia belum bisa memprediksi pertumbuhan pasar minuman ringan tahun ini. "Untuk tahun ini harus dilihat dulu dampak di kuartal pertama seperti apa," ucapnya.

Kekhawatiran terjadi distorsi pasar minuman ringan memang membayangi sektor ini. Farchad bilang yang paling dikhawatirkan adalah rencana pengenaan cukai bagi produk minuman berkarbonasi oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Kemenkeu lewat Badan Kebijakan Fiskal mengusulkan lima alternatif tarif cukai minuman berkarbonasi dan pemanis baik buatan maupun alami sekitar Rp 1.000 hingga Rp 5.000 per liter.

Menurut Farchad, rencana pengenaan cukai minuman berkarbonasi belum tepat. Pasalnya, konsumsi minuman berkarbonasi di Indonesia masih kecil yakni baru mencapai 2,4 liter per tahun. Adapun  Malaysia mencapai 19 liter per kapita per tahun.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian perindustrian Benny Wahyudi mengharapkan Kemenkeu meninjau kembali rencana tersebut.

Pasalnya bila menggunakan alasan kesehatan mesti dilampirkan pernyataan dari Kementerian Kesehatan. "Kalau tidak ada, rencana tersebut adalah keliru," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon