KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak mentah anjlok 3% pada sesi terakhir menyusul meningkatnya kasus virus corona di seluruh dunia yang mengurangi prospek permintaan. Kenaikan produksi OPEC di bulan lalu juga menekan harga emas hitam ini. Kamis (1/10). harga minyak mentah berjangka jenis Brent kontrak pengiriman Desember 2020 ditutup turun US$ 1,37 atau 3,2% ke level US$ 40,93 per barel. Bahkan harga Brent sempat menyentuh level terendahnya di US$ 39,92 per barel pada perdagangan kemarin. Setali tiga uang, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman November 2020 juga berakhir melemah US$ 1,50 atau 3,7% menjadi US$ 38,72 per barel. Sebelumnya, WTI sempat meluncur lebih dari 6% ke sesi terendah di US$ 37,61 per barel.
Baca Juga: Harga emas Antam turun, ini potensi untung-rugi para investor! "Telah terbukti bahwa virus corona belum dapat diatasi. Tingkat infeksi meningkat, jumlah kematian global juga telah melampaui angka 1 juta dan membuatnya berada di tempat yang suram," kata analis PVM Oil, Tamas Varga. Di Amerika Serikat (AS) saja, pandemi virus corona ini telah menginfeksi lebih dari 7,2 juta dan membunuh lebih dari 206.000 orang. Titik panas Covid-19 terburuk di Eropa, Madrid, akan diisolasi dalam beberapa hari mendatang. Selain itu, Wali Kota Moskow memerintahkan pemberi kerja untuk mengirim setidaknya 30% staf mereka untuk bekerja di rumah karena beberapa negara Eropa melaporkan catatan infeksi baru. Analis Standard Chartered memprediksi, permintaan minyak global turun 9,03 juta barel per hari pada 2020 dan akan pulih 5,57 juta barel per hari pada 2021. Ini membuat rata-rata permintaan minyak di 2021 sedikit di bawah rata-rata 2016. "Perdagangan hari ini mengirimkan beberapa getaran
bearish yang kuat dan mengingat aksi jual di seluruh kompleks energi yang berkembang meskipun ada peningkatan signifikan dalam minat risiko dan melemahnya dolar AS," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates. Peningkatan pasokan minyak dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) juga membebani pasar. Survei Reuters memperlihatkan, produksi minyak di bulan September naik 160.000 barel per hari (bph) dari Agustus. Peningkatan tersebut sebagian besar didukung oleh peningkatan pasokan dari Libya dan Iran. Keduanya dibebaskan dari pakta pasokan minyak antara OPEC dan sekutu, yang dikenal sebagai OPEC+. Produksi minyak Libya telah meningkat menjadi 270.000 barel per hari karena anggota OPEC meningkatkan aktivitas ekspor menyusul pelonggaran blokade. "Minyak Libya baru, dan laporan bahwa Rusia telah memproduksi secara berlebihan, membuat bulls pada awal pekan ini. Laporan hari ini bahwa Arab Saudi telah meningkatkan ekspor pada bulan September sebesar 500.000 barel per hari tampaknya menjadi yang terakhir," kata Bob Yawger,
Director of Energy Futures Mizuho. Data IHS Markit Commodities at Sea menunjukkan, pengiriman minyak dari anggota OPEC capai 18,2 juta barel per hari pada September, naik dari 17,53 juta barel per hari yang diekspor pada Agustus. Di mana, ekspor Arab Saudi kembali ke tingkat di atas 6,25 juta barel per hari.
Baca Juga: Perang hari kelima: Armenia klaim tembak jatuh empat drone di dekat ibu kota Yerevan Di awal sesi, harga mendapat jeda dari kemajuan dalam pembicaraan AS tentang paket stimulus untuk ekonomi terbesar dunia. Pemerintahan Presiden Donald Trump pun telah mengusulkan paket stimulus baru senilai lebih dari US$ 1,5 triliun. Namun, Ketua DPR AS Nancy Pelosi dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin masih jauh dari kesepakatan tentang bantuan Covid-19 ini di beberapa bidang utama pada hari Kamis, setelah diskusi telepon gagal menjembatani apa yang digambarkan Pelosi sebagai perbedaan atas nilai stimulus. Kongres Demokrat yang dipimpin oleh Pelosi telah mengusulkan paket US$ 2,2 triliun untuk menanggapi pandemi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari