Harga minyak akan tertekan pekan depan



JAKARTA. Harga minyak terangkat naik di akhir pekan ini. Respon positif pasar terhadap kinerja sektor manufaktur China, telah menghentikan pelemahan harga minyak yang terjadi sejak awal pekan ini. Kekhawatiran pasar terhadap percepatan pengurangan stimulus moneter di Amerika Serikat (AS) yang makin mereda, juga menjadi sentimen positif pengangkat harga komoditas itu.

Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Desember 2013 di Nymex, Jumat (24/10) pukul 17.00 WIB,  naik 0,37% menjadi US$ 97,47 per barel dibandingkan hari sebelumnya. Jika dihitung sejak awal pekan, harga minyak masih tercatat menurun sebesar 2,81%.

Pasar berspekulasi, pengurangan stimulus AS tidak akan terjadi tahun ini, terlebih data-data ekonomi AS masih negatif. Data lapangan pekerjaan sepanjang September 2013, misalnya, hanya bertambah sebanyak 148.000 lapangan pekerjaan. Angka ini lebih rendah dari ekspektasi analis yang mencapai 180.000 lapangan kerja.


Selain itu,  HSBC Holding Plc dan Markit Economics melaporkan, pada Oktober ini, purchasing managers index (PMI) di China berhasil mencapai 50,9 atau naik jika dibandingkan September lalu di level 50,2. Indeks di atas level 50 menunjukkan ada aktivitas ekspansi dan pertumbuhan di sektor manufaktur.

Namun, Ariston Tjendra, analis Monex Investindo Futures memprediksi, penguatan harga minyak kemungkinan tidak akan berlangsung lama. Beberapa hari ke depan, harga minyak akan mendapat beberapa tekanan. Salah satunya, tekanan dari tingkat persediaan minyak di AS yang sampai saat ini masih tinggi. Energy Information Administration (EIA) mencatat, persediaan minyak AS dalam sepekan yang berakhir 18 Oktober,  mencapai level tertinggi sejak Juni hingga menyentuh 379,8 juta barel.

Nanang Wahyudin, analis Soegee Futures mengatakan,  untuk sepekan ke depan, pergerakan harga minyak juga akan terpengaruh oleh beberapa agenda penting seperti rapat The Fed, data persediaan minyak di AS dan rilis data manufaktur China.  

Secara teknikal, Ariston bilang, sepekan ke depan, harga minyak masih akan melemah. Garis sinyal moving average convergence divergence (MACD) dan garis sinyal moving average (MA) membentuk persilangan yang membuka ke bawah. Indikator stochastic baru memasuki area jenuh jual, juga memberikan sinyal harga minyak masih akan melemah. Indikator relative strength index (RSI) berada di level 43 dan cenderung bergerak ke bawah.

Harga juga baru menyentuh indikator moving average (MA) 50 di level 96,27 dan MA 100 di level 97. Itu menjelaskan, koreksi harga akan berlanjut. Ariston memperkirakan, sepekan ke depan, harga minyak akan tertekan di kisaran US$ 93-US$ 99 per barel. Nanang memprediksi, harga minyak akan berada di harga US$ 9375-9062 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini