Harga minyak ambles, sentimen pembatalan kebijakan OPEC+ masih jadi fokus utama



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak jatuh pada akhir sesi setelah OPEC+ membatalkan pertemuan ketika para produsen utama tidak dapat mencapai kesepakatan untuk meningkatkan pasokan.

Selasa (6/7), harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman September 2021 ditutup anjlok 3,4%, menjadi US$ 74,53 per barel. Padahal di awal perdagangan sesi Asia, Brent sempat menyentuh US$ 77,84 per barel, tertinggi sejak Oktober 2018.

Setali tiga uang, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Agustus 2021 juga ambles 2,4% ke US$ 73,37 per barel, setelah sempat berada di US$ 76,98 per barel, tertinggi sejak November 2014.


Pada hari Senin (4/7), para menteri dari OPEC+, yang mencakup anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), Rusia dan produsen lainnya, mengabaikan pembicaraan setelah negosiasi gagal untuk menutup perpecahan antara Arab Saudi, produsen OPEC terbesar, dan Uni Emirat Arab.

Awalnya, harga minyak menguat di tengah berita kegagalan pembicaraan. Tetapi harga mulai melemah karena para pedagang fokus pada kemungkinan bahwa perselisihan akan menyebabkan beberapa produsen lainnya membuka keran dan mulai mengekspor lebih banyak minyak ke pasar. 

"Pasar khawatir bahwa UEA akan masuk dan secara sepihak menambah minyak dan produsen lainnya di OPEC akan mengikuti," kata Bob Yawger, Director of Energy Futures Mizuho.

Perselisihan dalam tubuh OPEC+ dimulai saat UEA mengatakan akan mengikuti peningkatan produksi tetapi menolak proposal terpisah untuk memperpanjang pembatasan hingga akhir 2022 dari batas waktu sebelumnya di April 2022.

Baca Juga: Harga minyak terus memanas, prospek pasokan yang lebih ketat usai OPEC+ gagal sepakat

Beberapa sumber OPEC+ mengatakan, mereka masih yakin kelompok itu akan melanjutkan diskusi bulan ini dan setuju untuk memompa lebih banyak minyak mulai Agustus, meskipun yang lain mengatakan pembatasan saat ini mungkin tetap berlaku.

Di sisi lain, Gedung Putih mengatakan bahwa pihaknya memantau dengan cermat pembicaraan OPEC+ dan "didorong" setelah percakapan dengan para pejabat di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

Tidak ada tanggal untuk pembicaraan lebih lanjut yang diumumkan.

Analis memperkirakan AS mulai menambah pasokan karena harga yang lebih tinggi setelah berbulan-bulan aktivitas yang tenang. Produksi AS saat ini sekitar 11 juta barel per hari, sehingga produksi memiliki ruang untuk meningkat sebelum mendekati rekor produksi AS yang mencapai hampir 13 juta barel per hari pada tahun 2019.

Goldman Sachs mengatakan, runtuhnya pembicaraan telah memperkenalkan ketidakpastian ke jalur produksi OPEC. Namun, Goldman masih melihat Brent masih berpotensi mencapai US$ 80 per barel pada awal tahun depan.

Pada hari Senin, Menteri Perminyakan Irak Ihsan Abdul Jabbar mengatakan negaranya tidak ingin melihat harga minyak melonjak di atas level saat ini dan dia berharap bahwa dalam 10 hari akan ditetapkan tanggal pertemuan OPEC+ yang baru.

Selanjutnya: Wall Street terseret koreksi sektor keuangan, Dow Jones dan S&P 500 loyo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari