KONTAN.CO.ID - HOUSTON. Harga minyak turun lebih dari US$ 2 per barel karena kekhawatiran akan konflik Timur Tengah yang lebih luas mereda. Di saat yang sama permintaan Amerika Serikat (AS) menunjukkan tanda-tanda melemah. Kamis (26/10), harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman Desember 2023 ditutup di level US$ 87,93 per barel, turun US$ 2,20 atau 2,44%. Pada hari Rabu (25/10), Brent ditutup hampir 2% lebih tinggi. Sejalan, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Desember 2023 juga ditutup turun US$ 2,18 atau 2,55% menjadi US$ 83,21 per barel.
Harga minyak baru-baru ini terdongkrak oleh kekhawatiran akan dampak yang mempengaruhi pasokan minyak mentah global akibat konflik antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas, yang dapat melibatkan Iran dan sekutunya di wilayah tersebut.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Turun Setelah Stok AS Naik pada Kamis (26/10) Siang Kekhawatiran tersebut mulai berkurang pada tengah hari pada hari Kamis. “Premi keamanan yang telah kami bayarkan sejak awal bulan ini tampaknya menurun,” kata John Kilduff, mitra Again Capital LLC. AS dan negara-negara lain mendesak Israel untuk menunda invasi penuh ke Gaza, yang belum pulih dari pemboman Israel selama hampir tiga minggu yang dipicu oleh pembunuhan massal di Israel selatan oleh Hamas yang didukung Iran. “Pasar berada dalam kegelisahan,” kata analis Price Futures Phil Flynn. "Sangat penting untuk memahami bahwa kita hanya tinggal satu berita lagi menuju reli besar di pasar." Kekhawatiran terhadap perekonomian global yang lebih luas juga membebani harga. Imbal hasil US Treasury kembali menuju 5% pada hari Kamis, menyeret saham-saham di seluruh dunia ke posisi terendah dalam beberapa bulan. Namun perekonomian AS tumbuh pada laju tercepat dalam hampir dua tahun pada kuartal III-2023, data menunjukkan pada hari Kamis, meningkatkan ekspektasi bahwa Federal Reserve akan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama. Peningkatan persediaan minyak mentah AS pada minggu terakhir mengindikasikan melemahnya permintaan. Persediaan minyak naik 1,4 juta barel menjadi 421,1 juta barel, menurut Energy Information Administration (EIA), melebihi kenaikan 240.000 barel yang diperkirakan oleh para analis dari jajak pendapat Reuters. Data tersebut menyusul penurunan mengejutkan pada data aktivitas bisnis zona Eropa bulan ini.
Baca Juga: Wall Street Tak Berdaya: Dow, S&P 500 dan Nasdaq Kembali Ditutup Melemah “Meskipun tidak ada tanda-tanda jelas bahwa perang akan meningkat, perhatian kembali tertuju pada fluktuasi pasar obligasi AS dan kondisi ekonomi dunia yang lebih rapuh. Hal ini meresahkan investor,” kata analis MUFG, Ehsan Khoman. Bank Sentral Eropa mempertahankan suku bunga tidak berubah seperti yang diharapkan pada hari Kamis, menghentikan kenaikan suku bunga 10 kali berturut-turut yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan mempertahankan panduannya yang menyiratkan kebijakan yang stabil di masa depan.
Pasar akan menantikan rencana OPEC dan sekutunya mengenai tingkat produksi di tahun mendatang, kata Phil Thompson, direktur di Mobius Risk Group. OPEC+, yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Rusia, memangkas produksi sebesar 1,3 juta per hari (bph) awal tahun ini dan pada bulan September memperpanjang pengurangan tingkat produksi hingga akhir tahun. Anggota OPEC selanjutnya dijadwalkan bertemu pada akhir November. “Jika pemotongan terus berlanjut hingga tahun baru, maka hal tersebut akan menjadi
bullish,” kata Thompson.
Editor: Anna Suci Perwitasari