KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak ditutup menguat, bangkit kembali dari posisi terendah dalam beberapa minggu. Sentimen dating setelah Gedung Putih menegaskan kembali rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengenakan tarif pada impor Kanada dan Meksiko di pekan ini. Selasa (28/1), harga mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman Maret 2025 ditutup menguat 41 sen atau 0,53% ke US$ 77,49 per barel. Sejalan, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Maret 2025 ditutup naik 60 sen atau 0,82% ke US$ 73,77 per barel.
Harga minyak Brent ditutup pada hari Senin pada level terendah sejak 9 Januari, sementara harga minyak WTI mencapai level terendah sejak 2 Januari. Kekhawatiran akan melemahnya permintaan yang terkait dengan data ekonomi yang lemah dari China dan meningkatnya suhu di tempat lain membatasi kenaikan. Gedung Putih mengatakan Trump masih berencana untuk mengenakan tarif 25% pada Kanada dan Meksiko pada hari Sabtu (1/2) sambil mempertimbangkan tarif baru pada China. Baca Juga: Trump Serukan Penurunan Harga Minyak, Menteri Energi Saudi Bertemu Mitranya di Riyadh "Komentar Trump tentang tarif membuat pasar gelisah," kata Phil Flynn, analis di Price Futures Group. Tarif tersebut dapat mengganggu aliran produk energi melintasi perbatasan AS dengan Kanada dan Meksiko. Di Libya, pengunjuk rasa lokal mencegah pemuatan minyak mentah pada hari Selasa di pelabuhan Es Sider dan Ras Lanuf, yang membahayakan sekitar 450.000 barel ekspor per hari. Namun, kekhawatiran akan gangguan pasokan mereda setelah National Oil Corp milik pemerintah Libya mengatakan aktivitas ekspor berjalan normal setelah mengadakan pembicaraan dengan para pengunjuk rasa. "Pasar memperhitungkan risiko gangguan pasokan minyak Libya sebelum menjadi jelas bahwa arus untuk saat ini tidak terganggu, dengan premi risiko menguap lagi," kata analis komoditas UBS Giovanni Staunovo. "Masih ada risiko gangguan baru di kemudian hari," tambahnya. China, importir minyak mentah terbesar di dunia, melaporkan pada hari Senin kontraksi tak terduga dalam aktivitas manufaktur Januari, yang menekan harga minyak. "Nada kehati-hatian umum dalam lingkungan risiko, ditambah dengan angka PMI China yang lebih lemah yang menimbulkan keraguan lebih lanjut pada prospek permintaan minyak China, dapat menjadi penghambat harga minyak," kata analis IG Yeap Jun Rong. Permintaan minyak mentah China juga diperkirakan akan terdampak oleh sanksi terbaru AS terhadap perdagangan minyak Rusia. Analis FGE memperkirakan, kilang-kilang minyak di Shandong akan kehilangan hingga 1 juta barel per hari pasokan minyak mentah dalam waktu dekat di tengah larangan yang diberlakukan oleh Shandong Port Group terhadap kapal tanker yang dikenai sanksi AS. Beberapa kilang minyak independen di China telah menghentikan operasi, atau berencana untuk melakukannya, untuk periode pemeliharaan yang tidak terbatas, sumber mengatakan kepada Reuters, karena kebijakan tarif dan pajak China yang baru membuat pabrik-pabrik semakin merugi. Baca Juga: Wall Street Perkasa: Indeks Nasdaq Melonjak 2% Ditopang Rebound Saham Teknologi