Harga minyak berfluktuasi, analis: Efeknya ke AKR Corporindo (AKRA) justru minim



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak dunia mulai mengalami perbaikan belakangan ini. Merujuk Bloomberg, harga minyak jenis West Texas Intermediate kontrak pengiriman Desember berada di level US$ 40,13 per barel pada Jumat (13/11). Walau turun 2,41% dibanding penutupan sebelumnya, harga ini sudah lebih baik dibanding awal bulan lalu yang masih berada di US$ US$ 35,79 per barel.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menilai, dengan membaiknya harga minyak dunia, kinerja emiten sektor perminyakan akan mendapat katalis positif. Menurutnya, dengan tren harga minyak yang positif, kinerja emiten perminyakan akan pulih kembali.

“Pada akhirnya prospek pergerakan sahamnya ke depannya juga akan tumbuh dibanding posisi saat ini. Apalagi pada tahun depan harga minyak dunia walau masih akan fluktuatif, tapi kecenderungannya menguat dan lebih baik dari tahun 2020. Ini akan dongkrak kinerja dan prospek emiten perminyakan,” kata Sukarno kepada Kontan.co.id, Jumat (13/11).


Terlebih lagi, pada tahun depan vaksin Covid-19 akan semakin berkembang bahkan sudah bisa didistribusikan. Di sisi lain, penanganan Covid-19 juga dinilai akan lebih baik. 

Baca Juga: Harga minyak naik, simak rekomendasi saham emiten perminyakan dari analis berikut

Dua hal ini menurut Sukarno akan meningkatkan kembali aktivitas ekonomi. Pabrik-pabrik yang mulai beroperasi, transportasi darat maupun udara yang kembali aktif akan memicu kenaikan permintaan. Dus, harga minyak dunia berpotensi mengalami penguatan.

Walau Sukarno tak menampik, secara jangka pendek emiten perminyakan masih cukup dihantui oleh ketidakpastian harga minyak. Pasalnya, dengan kasus positif yang masih terus bertambah dan persediaan yang meningkat, sementara permintaan masih belum pulih, harga minyak masih belum akan stabil pada sisa tahun ini.

Sementara itu, analis Wanteg Sekuritas Erik Hartanto dalam risetnya pada 14 September 2020 menuliskan, PT AKR Corporindo Tbk merupakan salah satu emiten perminyakan yang justru minim terdampak fluktuasi harga minyak. Erik menilai, AKRA sebagai distributor bahan bakar minyak telah memiliki metode pass through yang diteruskan ke pembeli dengan rumus tertentu.

“Hal tersebut membuat fluktuasi yang signifikan pada harga minyak tidak akan memberi dampak signifikan terhadap kinerja AKRA. Pada akhirnya, ini membuat AKRA memiliki model bisnis yang defensif terhadap volatilitas harga minyak,” tulis Erik.

Tak hanya itu, Erik juga melihat AKRA diuntungkan oleh kenaikan alokasi untuk Fatty Acid Methyl Ester (FAME) pada tahun ini, yakni dari 498.683 kilo liter menjadi 725.000 kilo liter (kl). Lebih lanjut, angka tersebut turut meningkatkan kapasitas biodiesel AKRA dari 1,66 juta kl menjadi 2,42 juta kl. Pada akhirnya, kenaikan kapasitas ini berpotensi menghasilkan tambahan pendapatan dan peluang pertumbuhan di masa depan bagi AKRA di luar bisnis minyak.

Selain dari biodiesel, AKRA juga akan mendapat katalis positif dari bisnis Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE). Hal ini diungkapkan oleh analis Samuel Sekuritas Ilham Akbar dalam risetnya pada 2 November 2020. Menurutnya, JIIPE telah berhasil mencetak penjualan 17 Ha hingga 9M20, dua kali lebih tinggi dari penjualan 8 ha pada tahun 2019. 

“Sementara untuk jangka panjang, kami melihat pengesahan omnibus law dapat menjadi katalis untuk pertumbuhan penjualan lahan industri, termasuk JIIPE. Selain itu juga didukung oleh aturan ketenagakerjaan dan perizinan yang lebih akomodatif dalam pengembangan industri. Ini akan menghasilkan recurring income bagi AKRA ke depannya,” kata Ilham. 

Sementara Sukarno menilai, keunggulan AKRA adalah memiliki banyak diversifikasi bisnis. Sehingga AKRA dari sisi pendapatan akan cenderung lebih stabil dan tidak terlalu bergantung terhadap bisnis minyak yang dari segi harga masih akan cenderung volatile. Hal ini bisa terlihat dari kinerja AKRA yang walaupun pendapatan menurun tapi masih bisa membukukan pertumbuhan laba.

Baca Juga: Bidik peluang permintaan energi dalam negeri, bisnis Elnusa (ELSA) terus mengalir

Hal tersebut berbeda dengan PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) yang lebih banyak bergantung pada kontribusi lini bisnis minyak. Apalagi menurut Sukarno, kontribusi harga minyak terhadap kinerja MEDC cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2018 kontribusinya sebesar 47%, lalu meningkat menjadi 67% pada tahun 2019. Terakhir pada kuartal I-2020 kontribusinya sebesar 74% terhadap pendapatan. 

“Tapi, MEDC juga menarik dilirik karena secara valuasi juga undervalue. Apalagi, jika tahun depan ternyata MEDC bisa laba karena harga minyak yang membaik, secara perhitungan persentase dari rugi ke laba akan meningkat signifikan,” pungkas Sukarno.

Selanjutnya: Harga minyak melesat lebih dari 8% sepekan meski kasus corona meningkat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi