KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Harga minyak mentah dunia masih cenderung lesu usai lonjakan masif yang terjadi di awal pekan. Namun, potensi kenaikan harga minyak masih terbuka mengingat konflik geopolitik di Timur Tengah belum mereda. Jumat (20/9), harga minyak
west texas intermediate (WTI) kontrak pengiriman bulan November 2019 di New York Mercantile Exchange (Nymex) turun 0,07% ke level US$ 58,09 per barel. Namun, sepanjang pekan lalu harga minyak WTI masih mencatatkan kenaikan 5,90%.
Baca Juga: Faktor-faktor ini yang membuat pergerakan IHSG loyo sepekan ini Setali tiga uang, harga minyak brent kontrak pengiriman November 2019 di ICE Futures turun 0,19% ke level US$ 64,28 per barel. Sementara dalam sepekan terakhir harga minyak brent naik 6,74%. Dikutip
Reuters, penurunan harga minyak dipicu oleh pejabat pertanian China yang akan mengunjungi sejumlah negara bagian AS di pekan depan. Namun, agenda ini berlangsung lebih cepat dari jadwal semula setelah pejabat China membatalkan kunjungkan ke Montana dan Nebraska. Pembatalan ini terjadi akibat pernyataan Presiden AS Donald Trump yang menginginkan kesepakatan perdagangan lengkap dengan negara Asia. Bukan hanya perjanjian bagi China untuk membeli lebih banyak produk pertanian AS. Hal ini kembali menimbulkan kekhawatiran memanasnya hubungan dagang antara AS dan China yang sebenarnya akan melaksankana pertemuan tingkat tinggi di awal Oktober nanti. Analis Monex Investindo Futures Ahmad Yudiawan menyebut, harga minyak memang rentan terkoreksi ketika kabar-kabar negatif seputar perang dagang muncul. Pasalnya, konflik tersebut dikhawatirkan membuat perekonomian dunia melambat sehingga permintaan terhadap minyak juga berkurang.
Baca Juga: Saham FedEx anjlok, fund manager antisipasi perang dagang yang bakal lebih lama Selain itu, laju pergerakan harga minyak juga tertahan lantaran stok minyak mentah di AS di luar dugaan mengalami kenaikan. Berdasarkan laporan Energy Information Administration (EIA), pekan lalu stok minyak AS naik 1,1 juta barel. Angka ini melampaui ekspektasi konsensus pasar yang memprediksi stok minyak AS akan terkoreksi 2,1 juta barel. “Cadangan minyak AS yang bertambah menambal kekurangan pasokan minyak dari Arab Saudi sehingga harga menjadi lebih murah,” ungkap Yudi, akhir pekan lalu. Ia menambahkan, harga minyak masih berpotensi naik dalam waktu dekat. Beberapa hari lalu, Arab Saudi sempat mengklaim bahwa kerusakan fasilitas minyak Saudi Aramco tidak separah yang diperkirakan. Namun, kekhawatiran kembali muncul setelah Arab Saudi dan AS menyalahkan Iran atas serangan fasilitas minyak Saudi Aramco pada pekan lalu. Akan tetapi Iran langsung menyangkal dugaan tersebut. Kendati demikian, hal ini menjadi pertanda bahwa serangan fasilitas minyak tersebut bakal berdampak panjang. “Apalagi Iran kerap terlibat konflik dengan AS dan negara-negara sekutunya di Timur Tengah,” ujar dia. Ketidakpastian konflik di Timur Tengah sudah terefleksikan pada pergerakan harga minyak pada Jumat lalu. Kendati ditutup melemah, harga minyak sempat bertengger cukup lama di zona hijau sepanjang perdagangan kemarin.
Baca Juga: Suasana makin panas, AS bangun koalisi di Timur Tengah untuk menghadapi Iran Secara teknikal, harga minyak berada di bawah MA50, MA100, dan MA200. Indikator MACD berada di kisaran 0,0033—0,0107. Sedangkan stochastic ada di kisaran 42,09—44,38. Adapun indikator RSI bergerak di area 14,97. Yudi memproyeksikan, harga minyak WTI akan bergerak di kisaran US$ 57,20—US$ 60,70 per barel pada Senin (23/9) nanti. Sementara sepanjang pekan depan, harga minyak WTI akan berada di rentag US$ 55,60—US$ 61,00 per barel. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini