Harga minyak berpotensi menguat



JAKARta. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) tergelincir ke bawah US$ 100 per barel, akhir pekan lalu. Untuk pertama kalinya sejak tiga bulan terakhir, minyak WTI terpangkas 3,95% dalam satu hari perdagangan, hingga US$ 98 per barel.

Di waktu yang sama, minyak jenis Brent terpapas 2,5% menjadi US$ 113,18 per barel. Penekan harga komoditas energi ini berasal dari Amerika Serikat (AS). Departemen Ketenagakerjaan AS mengumumkan, data tenaga kerja di luar sektor pertanian alias non-farm payroll AS hanya naik 115.000 orang selama April. Itu merupakan kenaikan terendah selama enam bulan terakhir.

Angka itu juga jauh di bawah ekspektasi pasar, yang memperkirakan penambahan mencapai 160.000 orang. Hal ini otomatis menyuramkan outlook perekonomian AS.


Sedangkan di saat yang sama, stok minyak AS bulan lalu naik menjadi 375,9 juta, tertinggi sejak September 1990. Minyak pun terpukul sentimen fundamental."Sementara itu, ketegangan Iran sudah mereda, harga minyak di atas US$ 100 tidak bisa berlanjut di tengah situasi ekonomi seperti ini," ujar Michael Lynch, President Strategic Energy&Economy Research, seperti dikutip Bloomberg, akhir pekan lalu (5/5).

Profit taking

Prospek permintaan juga redup karena kondisi Eropa. Indeks gabungan euro yang mengukur produksi manufaktur dan jasa bulan lalu turun menjadi 46,7.

Ditambah lagi tensi politik Eropa yang tengah naik membuat pasar menahan diri. Namun, analis Wahyu T. Laksono, pengamat komoditas dan valuta, menilai, penurunan harga minyak yang drastis akhir pekan lalu, hanya sementara. "Awal Mei memang musim taking profit untuk komoditas," kata dia.

Harga minyak, menurut dia, tengah berkonsolidasi di jangka pendek. Namun, pekan ini, menurut perkiraan Wahyu, harga minyak akan bergerak di rentang US$ 93-US$ 103.

Kiswoyo A. Joe, Analis Askap Futures, melihat, secara teknikal, harga minyak mentah memang berpotensi turun sepekan ini. Indikator stochastic harian sudah membentuk pola death cross.

Pekan ini, harga minyak berpotensi menyentuh level support di US$ 97 per barel. "Jika support itu jebol, minyak bisa jatuh meluncur hingga US$ 95. Sebaliknya, jika tidak tertembus artinya koreksi akhir pekan lalu memang sesaat," kata dia.

Indikator stochastic mingguan, sudah berada di area bawah, dan kemungkinan akan membentuk pola golden cross. "Jadi ada juga kemungkinan minyak menguat, satu atau dua pekan lagi, menunggu sentimen positif seperti pasokan minyak," tutur dia.

Menurut Kiswoyo, penurunan harga minyak yang drastis pada akhir pekan lalu merupakan ekspresi kepanikan pasar. Jika harga minyak bergerak sideway pekan ini, peluang kenaikan masih besar. Prediksi dia, pekan ini minyak akan berkisar US$ 95 hingga US$ 105 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can