Harga minyak berpotensi turun memasuki semester II



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak melambung selama semester I 2018. Analis memproyeksikan, semester kedua harga minyak cenderung turun karena banjir pasokan.

Minyak mentah berjangka west texas intermediate (WTI) kontrak pengiriman Agustus 2018 di New York Mercantile Exchange naik 24,83% di sepanjang semester I 2018. Hingga 29 Juni 2018 harga minyak WTI menyentuh US$ 74,15 per barel.

Analis Monex Investindo Futures, Faisyal mengatakan, faktor utama yang membuat harga minyak melambung di semester awal adalah pengurangan produksi minyak oleh Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan negara sekutu OPEC. Pengurangan tersebut terjadi sebesar 1,8 juta barel per hari.


Pasokan minyak mentah di pasar global juga terkikis karena adanya konflik yang terjadi di Libya, Kanada, dan Venezuela.

Faisyal memproyeksikan harga minyak di semester II 2018 berpotensi turun. Penyebabnya, pertama, pada pertengahan Juni 2018 OPEC dan produsen minyak non-OPEC sepakat untuk bersama-sama meningkatkan produksi minyak. Pemangkasan produksi minyak OPEC selama ini lakukan pun tidak diperpanjang.

Kedua, penguatan dollar AS berpotensi membuat permintaan akan minyak mentah yang dibanderol dengan dollar AS akan menurun. "Harga minyak jadi makin mahal untuk pemilik mata uang di luar dollar AS," kata Faisyal, Senin (2/7).

Ketiga, perekonomian di negara ASEAN mulai menunjukkan pelemahan dan berpotensi akan melambatkan permintaan akan minyak mentah.

Keempat, kabar terbaru Donald Trump, Presiden Amerika Serikat mengatakan bahwa Saudi bersedia menaikkan produksi minyak.

Faisyal mengatakan, pelaku pasar sedang menunggu perkembangan pemberian sanksi AS untuk Iran setelah AS memutuskan untuk keluar dari kesepakatan nuklir Iran yang dibuat tiga tahun silam. Sanski dari Negeri Paman Sam akan mempengaruhi produksi dan ekspor minyak Iran yang juga mengancam pasokan minyak global. Sentimen ini bisa mempengaruhi harga minyak.

Menanggapi sanksi dari AS, Iran tengah memikirkan cara agar tetap bisa mengeskpor minyak sebagai penghasilan pendapatan negaara. "Kabar terbaru dari Iran akan tetap mengekspor minyak melalui perusahaan swasta bukan pemerintah, jadi ekspor tetap berpotensi banjir di semester dua ini," kata Faisyal.

Faisyal memperkirakan, harga akan turun karena produksi minyak yang bertambah tinggi. Apalagi, Faisyal mengatakan sebelum OPEC memutuskan untuk tidak memperpanjang pemangkasan produksi minyak di Juni lalu, OPEC sudah terlebih dahulu mulai menambah produksi minyak.

"Sebenarnya OPEC sudah colong start duluan dengan memproduksi lebih, jadi ke depan produksi akan semakin banyak," kata Faisyal. Produksi yang meningkat saat ini juga tidak didukung dengan permintaan yang cukup karena melambatnya ekonomi khususnya di Asia.

Faisyal memproyeksikan harga minyak di akhir tahun berada di rentang US$ 65 per barel hingga US$ 80 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati