KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak naik ke atas US$ 80 per barel pada Kamis (17/5) untuk pertama kalinya sejak November 2014. Penurunan cepat pasokan minyak dari Venezuela, kekhawatiran bahwa sanksi AS akan mengganggu ekspor minyak dari Iran, serta penurunan stok minyak global; berpadu bersama mendorong harga minyak naik hampir 20% pada 2018. Nilai dolar AS yang lebih tinggi terhadap banyak mata uang negara lain membuat minyak terasa lebih mahal bagi negara-negara pengimpor di Asia. Mereka menghadapi potensi tagihan US$ 1 triliun dolar untuk mengimpor minyak tahun ini karena permintaan juga mencapai rekor tertinggi.
Harga minyak mentah Brent berjangka sempat mencapai US$ 80,50 per barel, tetapi kemudian surut lagi ke US$ 79,30 per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS masih berada di harga US$ 71,49, setelah sebelumnya juga mencapai rekor tertinggi sejak November 2014 di US$ 72,30 per barel. Stok global minyak mentah dan bahan bakar telah turun tajam dalam beberapa bulan terakhir karena permintaan yang kuat dan pemangkasan produksi yang dipimpin OPEC. Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan produsen global non-OPEC yang telah mengekang produksi sejak awal 2017 akan bertemu kembali membahas kebijakan pasokan di Wina, Juni mendatang. Namun, krisis ekonomi Venezuela serta kemungkinan sanksi tambahan AS setelah pemilu pada 20 Mei mendatang bisa memukul pasar lebih lanjut. "Saya berharap produksi Venezuela akan terus menurun dan pemilu mendatang akan menahan AS menjatuhkan sanksi tambahan pada Venezuela yang dapat mempercepat hilangnya pasokan," kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates, sebuah konsultan di Houston. Dia juga menambahkan, kepada Reuters, penjualan minyak Iran bisa jatuh 300.000 hingga 500.000 barel per hari dalam enam minggu ke depan.