Harga minyak capai level tertinggi dalam satu minggu, WTI tembus US$ 70 per barel



KONTAN.CO.ID -  SINGAPURA. Harga minyak melanjutkan penguatan untuk sesi kedua pada awal pekan ini. Sentimen datang dari kekhawatiran atas penutupan produksi di Amerika Serikat (AS) menyusul kerusakan akibat Badai Ida yang bersamaan dengan ekspektasi kenaikan permintaan.

Senin (13/9) pukul 14.00 WIB, harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman November 2021 naik 0,9% menjadi US$ 73,59 per barel.

Serupa, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Oktober 2021 juga menguat 1% menjadi US$ 70,38 per barel.


Kedua harga minyak mentah acuan ini berada di level tertinggi sejak 3 September pada awal sesi hari ini.

Sentimen yang menyokong harga datang setelah tiga perempat dari produksi minyak lepas pantai di Teluk Meksiko AS, atau sekitar 1,4 juta barel per hari, tetap terhenti sejak akhir Agustus lalu. Jumlah itu setara dengan produksi Nigeria, yang merupakan anggota OPEC.

Baca Juga: Harga minyak WTI naik dan kembali menyentuh US$ 70 per barel

Saat ini, penyulingan minyak AS kembali lebih cepat daripada produksi minyak akibat dampak Badai Ida. Ini merupakan kebalikan dari pemulihan saat badai di masa lalu.

Sebagian besar dari sembilan kilang Louisiana yang terkena dampak badai telah memulai kembali atau baru beroperasi pada akhir pekan lalu.

"Badai Ida unik karena memiliki dampak bullish pada neraca minyak AS dan global, dengan dampak pada permintaan lebih kecil daripada produksi," kata analis Goldman Sachs dalam sebuah catatan pada 9 September lalu.

Goldman Sachs memperkirakan bahwa badai tersebut menyebabkan persediaan minyak AS turun sekitar 30 juta barel dan dapat mendorong margin penyulingan AS dan semakin memperlebar selisih harga antara WTI dan Brent.

Royal Dutch Shell Plc, produsen minyak terbesar di Teluk AS, pada Kamis membatalkan beberapa kargo ekspor karena kerusakan fasilitas lepas pantai akibat Badai Ida. Ini  menandakan kehilangan minyak akan berlanjut selama berminggu mendatang.

Namun, jumlah rig yang beroperasi di Negeri Paman Sam tersebut tumbuh dalam seminggu terakhir. Berdasarkan data Baker Hughes, ini mengindikasikan produksi mungkin meningkat dalam beberapa minggu mendatang.

Di luar dampak Ida, perhatian pasar akan fokus minggu ini pada potensi revisi prospek permintaan minyak dari OPEC dan International Energy Agency (IEA) karena kasus virus corona terus meningkat.

OPEC kemungkinan akan merevisi perkiraan 2022 lebih rendah pada hari Senin, ujar dua orang yang mengetahui masalah tersebut.

"Sepertinya harga minyak dapat terus melayang dalam kisaran konsolidasi untuk saat ini, yakni di US$ 70-US$ 75 seperti yang kami sebutkan sebelumnya," kata Howie Lee, ekonom di Bank OCBC Singapura.

Baca Juga: ADNOC Drilling targetkan valuasi melonjak ke US$ 10 miliar usai gelar IPO

"Pasar masih membutuhkan kejelasan tentang dampak virus corona dalam waktu dekat dan sampai kita mendapatkannya, sepertinya sebagian besar aset, termasuk minyak, dapat terus bergeser ke samping."

Risiko pasokan tetap ada dari rencana pelepasan minyak dari cadangan strategis China, sementara harapan pembicaraan baru tentang kesepakatan nuklir yang lebih luas antara Iran dan Barat muncul setelah pengawas atom PBB mencapai kesepakatan dengan Iran pada hari Minggu tentang servis peralatan pemantauan yang terlambat. tetap berjalan.

China mengatakan pada hari Senin akan mengumumkan rincian rencana penjualan minyak mentah dari cadangan strategis pada waktunya.

Selanjutnya: Kuota pemesanan SR015 masih tersedia, penjualan sudah capai Rp 25,74 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari