Harga minyak dan kurs rupiah ubah APBN 2015



JAKARTA. Penghapusan anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) premium tak langsung mengamankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015. Persoalan nilai tukar rupiah yang loyo dan harga minyak dunia yang anjlok menjadi tantangan berat anggaran karena dampaknya merembet ke berbagai pos anggaran tahun ini.

Berkaitan dengan rupiah, pemerintah akan memasang asumsi nilai tukar di level Rp 12.200 per dollar Amerika Serikat (AS) di Rancangan APBN Perubahan (RAPBN-P) 2015. Di APBN 2015, asumsi rupiah Rp 11.900 per dollar AS.

Masalahnya, awal tahun ini rupiah terus melemah menjauh dari level Rp 12.200. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), posisi rupiah pada Rabu (7/1) Rp 12.732 per dollar AS, melemah dari sehari sebelumnya Rp 12.658.


Fluktuasi nilai tukar rupiah ini akan berdampak pada semua sisi APBN baik pendapatan, belanja ataupun pembiayaan anggaran. Potensi penerimaan negara akan semakin besar saat rupiah melemah. Namun pada saat bersamaan, anggaran belanja juga naik lebih besar sehingga akan memperbesar pembiayaan dan defisit anggaran.

Pada sisi pendapatan, fluktuasi rupiah akan mempengaruhi penerimaan yang terkait dengan aktivitas perdagangan internasional. Dari sisi belanja negara, perubahan nilai tukar akan berpengaruh terhadap pembayaran bunga utang, subsidi BBM dan listrik. Pembiayaan pun akan berfluktuasi karena berpengaruh pada pinjaman luar negeri dan cicilan pokok utang luar negeri.

Namun, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro bilang, pemerintah belum akan mengubah pagu rupiah. "Sementara kita masih pakai itu dulu (Rp 12.200). Nanti mungkin di pembahasan kita lihat," ujar Bambang, Rabu (7/1).

Bambang beralasan, pelemahan rupiah akhir-akhir ini akibat pengaruh eksternal, yaitu kondisi ekonomi Eropa dan menurunnya harga minyak dunia. Pemerintah masih optimistis, rupiah bisa menguat di periode mendatang.

Ekspor anjlok

Selain rupiah, yang berbahaya dan patut diwaspadai adalah harga minyak. Asumsi harga minyak Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) di RAPBN-P 2015 sebesar US$ 70 per barel dari sebelumnya US$ 105 per barel. Sesuai sensitivitas APBN 2015 terhadap perubahan asumsi makro, penurunan ICP ini kini lebih berdampak negatif. 

Sebelumnya, penurunan ICP berdampak pada belanja negara yang berkurang lebih besar daripada mengurangi pos penerimaan. Namun, hitungan saat itu masih mempertimbangkan belanja subsidi BBM yang tinggi. Kini di APBNP 2015, subsidi premium sudah dihapus, sehingga penurunan ICP bakal berdampak negatif bagi anggaran. "ICP turun, target penerimaan pajak 2015 akan sangat berat," tandas Bambang.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat, harga minyak dunia yang sangat anjlok patut diwaspadai pemerintah. Ini akan memberatkan ekspor Indonesia yang sebagian besar berbasis komoditas. Ekspor anjlok maka penerimaan negara pun turun. "Anggaran negara lebih berat akibat harga minyak," tandas Lana. 

Soal rupiah, Lana masih optimistis rata-rata rupiah hingga akhir tahun ini bisa di level Rp 12.200. Saat ini tekanan terhadap rupiah memang cukup besar, namun ke depan bisa kembali stabil. Apalagi ada potensi peringkat utang Indonesia naik akibat reformasi kebijakan subsidi. Dampaknya, inflow tahun ini lebih besar dan bisa menambah cadangan devisa.                   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa