KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak menguat karena pasar mempertimbangkan data ekonomi baru dari Tiongkok. Sementara peningkatan pasokan di Amerika Serikat (AS) menjadi pengganjal. Jumat (8/3) pukul 7.27 WIB, harga minyak WTI kontrak April 2024 di NYMEX menguat 0,44% ke US$ 79,28 per barel. Tapi dalam sepekan terakhir, harga minyak WTI turun 0,86% dari US$ 79,97 per barel pada Jumat (1/3). Sedangkan harga minyak Brent kontrak Mei 2024 kemarin stagnan di level US$ 82,96 per barel. Harga minyak acuan Brent tercatat turun 0,71% sepanjang pekan ini ketimbang akhir pekan lalu di US$ 83,55 per barel.
Pertumbuhan impor dan ekspor Tiongkok melampaui perkiraan. Data terbaru ini menunjukkan bahwa perdagangan global mulai menunjukkan sinyal positif bagi para pembuat kebijakan ketika mereka mencoba untuk menopang pemulihan ekonomi.
Baca Juga: Harga CPO Naik Jelang Ramadan, Bagaimana Prospeknya ke Depan? China membukukan kenaikan impor minyak mentah sebesar 5,1% selama bulan-bulan pertama tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya. Tetapi impor secara keseluruhan telah menurun, melanjutkan tren melemahnya pembelian oleh pembeli terbesar dunia. “Jumlah impor turun secara signifikan karena mereka tidak bersedia membayar harga penuh untuk barel,” kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho kepada
Reuters. Dia menambahkan, kurangnya permintaan Tiongkok gagal mengesankan pasar. "Pasar minyak global memiliki pasokan yang relatif baik dengan pertumbuhan permintaan yang melambat dan pasokan yang meningkat dari Amerika," kata kepala divisi pasar dan industri minyak Badan Energi Internasional (IEA) kepada
Reuters. Persediaan minyak di AS naik minggu lalu selama enam minggu berturut-turut. “Pasar terus tertekan karena kekhawatiran permintaan di Tiongkok di satu sisi, dan peningkatan pasokan dari Belahan Barat,” kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates.
Baca Juga: Powell Nyatakan Bakal Turunkan Suku Bunga, Ini Instrumen Investasi Yang Terangkat Pasar bersiap untuk kemungkinan bahwa Federal Reserve dapat menunda penurunan suku bunga AS yang pertama hingga paruh kedua tahun ini, yang akan mendorong dolar, menurut jajak pendapat
Reuters terhadap ahli strategi valuta asing.
Penguatan greenback mengurangi permintaan minyak dalam mata uang dolar di kalangan pembeli yang menggunakan mata uang lainnya. Pada hari Rabu, Ketua Fed Jerome Powell mengatakan bank sentral masih memperkirakan akan menurunkan suku bunga acuannya tahun ini. Pada hari Kamis, Bank Sentral Eropa mempertahankan suku bunga utamanya tidak berubah pada 4,0% seperti yang diharapkan. Konsumsi bahan bakar di India, importir dan konsumen minyak terbesar ketiga di dunia, naik 5,7% secara tahunan di bulan Februari, dibantu oleh aktivitas pabrik yang kuat. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati