Harga Minyak di NYMEX Turun 2,3% Menjadi US$ 64,4 per Barel



SINGAPURA. Minyak dunia terjerembap kembali di New York, menyurung angka penurunan yang paling besar sejak perdagangan tahun 1983. Perlambatan perekonomian AS ikut mengendalikan permintaan suplai minyak

Harga minyak kembali letoi kemarin dan ikut mendorong penurunan minyak bulan ini menjadi sebesar 36%, setelah kemarin Kamis (30/10) Departemen Perdagangan AS menyatakan bahwa gross domestic product (GDP) untuk kontrak di kuartal ketiga ada di titik terbesar sepanjang tahun sejak tahun 2001. Permintaan AS terhadap minyak mulai turun di bulan Agustus sebesar 8,9% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. "Sentimen menjadi sangat rapuh saat ini dan banyak dipengaruhi oleh resesi di hampir seluruh negara berkembang," kata David Moore, commodity strategist Commonwealth Bank of Australia. Menurutnya, orang-orang sangat memperhatikan tentang permintaan yang kian menyurut. Harga minyak mentah untuk pengiriman Desember melandai US$ 1,52 atau sekitar 2,3% menjadi US$ 64,44 per barel pada pukul 11:18 waktu Singapura. di New York Mercantile Exchange (NYMEX). Penurunan bulanan harga minyak ini kemungkinan besar bisa melampaui Februari 1986 yang menyentuh harga yang paling mungil di sepanjang masa, yaitu rontok 30% menjadi US$ 13,26 per barel. Harga minyak yang sudah terjerembap 56% sejak membukukan rekor pada 11 Juli 2008 silam dengan menembus US$ 56%, turun 32% dari tahun lalu. Kontrak berjangka juga terjungkal US$ 1,54% atau 2,3% dan mandek di harga US$ 65,96. Energi yang paling banyak digunakan ini sesungguhnya sempat mumbul lebih dari US$ 4 per barel pada haru Rabu (29/10) lalu; setelah AS dan China memangkas suku bunganya untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Kenaikan ini juga didukung oleh dolar AS yang harus melemah terhadap enam mata uang utama di dunia. Di Jepang, negara yang paling banyak menggunakan minyak, inflasi bergerak melambat di bulan September. Nippon Oil Corp., penyuling terbesar di negara ini bilang, mereka akan memproses minyak mentah dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan tahun lalu karena memang permintaannya kian mengecil.  China, konsumen minyak terbesar di dunia setelah AS, memangkas suku bunganya minggu ini setelah perekonomiannya di kuartal ketiga menggelinding paling lambat di sepanjang lima tahun terakhir ini. Permintaan bahan bakar di AS selama empat minggu terakhir ini sebesar 18,9 juta barel sehari, turun 7,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. UBS AG diprediksi memangkas harga bahan bakarnya tahun depan sebesar 43% menjadi US$ 60 per barel dari US$ 105 lantaran pertumbuhan ekonomi yang lambat akan menciutkan permintaan. Negara-negara anggota OPEC terlihat mengabaikan kesepakatan yang telah dibikin bersama bulan September di Singapura untuk memperhatikan kuota produksi saat ini. Menurut data PetroLogistics di Geneva, OPEC ini menyuplai setidaknya 31,85 juta barel sehari, atau naik 150 ribu barel dibandingkan September. Bulan Oktober ini OPEC menaikkan suplainya sebesar 0,5% karena ada ekspor besar dari Irak, sementara ada penurunan produksi yang begitu banyak dari Arab Saudi, Kuwait dan Timur Tengah.OPEC setuju untuk memangkas produksinya sekitar 1,5 juta barel sehari sebagai respon dari membendung jatuhnya harga minyak.

Editor: