KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak dunia diprediksi menguat pada pekan ini. Berdasarkan Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 1,14% ke level US$ 82,48 per barel. Sedangkan minyak Brent juga melemah 1,11% ke US$ 86,004 per barel pada perdagangan Senin (8/7) pukul 15.30 WIB. Analis Deu Calion Futures (DCFX), Andrew Fischer memperkirakan bahwa harga minyak akan naik meskipun tidak signifikan. Harga minyak berpotensi untuk menguat lebih lanjut terutama untuk minyak mentah WTI. Menurut dia, salah satu faktor utama yang mempengaruhi prediksi ini adalah berakhirnya perjanjian Petrodollar 50 tahun antara Arab Saudi dan Amerika Serikat (AS) pada Juni 2024. Arab Saudi telah memutuskan untuk tidak memperbarui perjanjian tersebut, yang diperkirakan akan mengurangi minat terhadap minyak WTI.
“Hal ini karena harga minyak WTI yang cenderung lebih mahal dibandingkan dengan minyak lainnya,” kata Fischer dalam riset hariannya, Senin (8/7).
Baca Juga: Sri Mulayani Beberkan Alasan Kenaikan Harga Minyak Global Meskipun demikian, Fischer bilang, pola pergerakan harga minyak saat ini menunjukkan tren kenaikan yang kuat, didukung oleh analisis
trendline dan
candlestick. Dia menambahkan bahwa harga minyak relatif stabil selama jam perdagangan di Asia pada hari ini, Senin (8/7). Namun, harga minyak mentah Brent melemah tipis setelah melonjak 7% selama sebulan terakhir. Fischer menilai, kenaikan harga minyak yang stabil didorong oleh antisipasi permintaan bahan bakar yang kuat selama musim panas, terutama di Amerika Serikat, yang merupakan konsumen minyak terbesar di dunia. “Kemudian, adanya data mobilitas yang positif dan meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga menjadi faktor pendukung sentimen pasar minggu ini,” imbuh dia.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Turun Senin (8/7), 2 Sentimen ini Membayangi Pasar Sentimen lainnya datang dari Administrasi Informasi Energi AS (EIA) yang melaporkan adanya penurunan signifikan pada persediaan minyak dengan penarikan sebesar 12,2 juta barel pada minggu lalu. Penurunan ini jauh melebihi proyeksi analis yang hanya memperkirakan penurunan sebesar 700.000 barel. Data ekonomi AS juga turut mempengaruhi pasar minyak. Terlebih, klaim pengangguran meningkat dan jumlah pengangguran juga naik pada minggu lalu. Ini dipandang sebagai indikasi potensial untuk penurunan suku bunga oleh Federal Reserve AS. Penurunan suku bunga ini diharapkan dapat memberikan dukungan tambahan bagi pasar minyak. Di sisi suplai, Fischer menjelaskan, laporan terbaru mengindikasikan bahwa perusahaan minyak Rusia, Rosneft dan Lukoil, berencana untuk mengurangi ekspor minyak mereka dari pelabuhan Novorossiisk di Laut Hitam pada bulan Juli.
Baca Juga: Ini Penyebab Penerimaan Negara Turun 6,2% di Semester I 2024 “Langkah ini diambil sebagai respons terhadap tantangan yang dihadapi oleh para produsen OPEC yang harus bersaing dengan meningkatnya pasokan minyak dari non-OPEC,” ujarnya.
Tak hanya itu, Saudi Aramco, perusahaan minyak dan gas alam nasional Arab Saudi, telah menyesuaikan strategi penetapan harganya untuk bulan Agustus. Perusahaan ini menurunkan harga minyak mentah andalannya, Arab Light, untuk pelanggan Asia menjadi $1,80 di atas harga rata-rata Oman/Dubai. “Penurunan harga ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh produsen OPEC dalam menghadapi peningkatan pasokan minyak dari non-OPEC,” kata dia. Secara keseluruhan, Fischer memprediksi bahwa harga minyak WTI cenderung naik meskipun kenaikannya tidak signifikan. Berakhirnya perjanjian Petrodollar, permintaan bahan bakar yang kuat selama musim panas, penurunan persediaan minyak, serta ketegangan geopolitik di Timur Tengah merupakan faktor-faktor utama yang mendukung proyeksi kenaikan harga minyak minggu ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati